Thursday 26 November 2009

PERSEPOLIS


Satu lagi film propaganda yang membutuhkan modal wawasan untuk membentuk persepsi akhir mengenai isi cerita.

Film ini bercerita tentang hidup seorang wanita Iran yang bernama Marjane Satrapi. Konflik yang diangkat dalam film ini diambil dari perspektif kaum proletar di Iran. Mereka kebanyakan adalah orang-orang yang berhaluan kiri dalam memperjuangkan revolusi Iran. Marjane dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang berhaluan nasionalis – sekuler. Mereka menentang keras kediktatoran rezim Syah Iran. Namun, di sisi lain mereka juga tidak sepaham dengan ideolog religi yang diusung oleh mayoritas pendukung revolusi. Internalisasi nilai pada diri Marjane berlangsung di lingkungan keluarganya. Ayahnya adalah orang yang menentang keras Rezim Syah. Kakek dan pamannya merupakan pejuang revolusi yang keluar-masuk penjara.

Setelah revolusi berhasil menumbangkan rezim Syah, muncul masalah baru di tengah-tengah keluarga Marjane. Penggambaran masalah ini mewakili perasaan banyak rakyat Iran ketika mereka masuk di era pasca-revolusi. Keluarga Marjane yang tadinya merupakan pejuang revolusi, berubah menjadi keluarga yang senantiasa diintimidasi oleh aparat pemerintah. Hal ini disebabkan adanya perebutan kekuasaan antara elemen pendukung revolusi. Revolusi yang berhasil menumbangkan Rezim Syah Iran ternyata memunculkan ideologi tunggal yang bersifat memaksa dan menekan. Ideologi yang dimaksud adalah Wilayatul Faqih yang menjadi legenda dalam sejarah revolusi Islam. Dengan adanya sistem baru yang jauh berbeda dari sebelumnya, masyarakat Iran dipaksa untuk menjalankan kehidupannya berdasarkan syariat Islam yang dipahami secara tunggal oleh pemimpin. Hal ini tentu saja menimbulkan instabilitas horisontal di dalam masyarakat. Nilai-nilai kebebasan yang selama ini diimpikan sebelum revolusi ternyata jauh panggang dari api.

Kondisi ini kemudian diperparah dengan adanya Perang Irak – Iran selama 8 tahun (1980 – 1988). Dari beberapa buku yang pernah saya baca, banyak pendapat yang mengatakan bahwa perang Irak – Iran merupakan strategi politik Khomeini untuk mendapatkan stabilitas di dalam negerinya. Banyak yang berpendapat Khomeini menggunakan filosofi Common Enemy dalam perang Irak. Bayangkan, perang itu terjadi satu tahun setelah revolusi. Di saat seluruh masyarakat sedang meraba-raba arti kebebasan dan mulai menata masa depan mereka. Pada kenyataannya, perang tersebut memang meleburkan konflik yang ada di antara elemen pendukung revolusi. Mereka terpaksa menanggalkan kepentingan pribadi mereka untuk bersatu padu melawan Saddam Hussein. Namun, di sisi Khomeini sendiri, perang ini memberikan semacam otoritas bagi penguasa baru untuk mengatur jalannya pemerintahan sekaligus merebut hati rakyat Iran. 8 tahun masa perang memberikan kesempatan bagi Khomeini dan Wilayatul Faqihnya untuk mengakar dalam sistem pemerintahan dan konstitusi Iran yang baru. Pada akhirnya, usaha ini mendatangkan korban di kalangan masyarakat Iran. Mereka yang menjadi korban secara langsung adalah golongan yang tidak sepaham dengan sistem syariat Islam yang diberlakukan di Iran. Kisah mereka diwakili oleh Marjane Satrapi dan keluarganya.

Terlepas dari masalah yang ada di Iran. Marjane Satrapi sendiri menghadapi masalah pribadi yang berat ketika ia sekolah di Wina. Ia menghadapi shock culture dan salah pergaulan. Latar belakangnya sebagai orang Iran membuatya minder. Di samping itu, dia menjalani kisah cinta yang tragis dengan dua orang pria. Intinya, dia tidak mendapatkan apa-apa di Eropa kecuali penderitaan. Namun, di sisi lain dia mendapatkan internalisasi nilai kebebasan selama di Wina.

Setelah dia kembali ke Iran, perang telah berakhir. Sesuai dengan yang sudah saya gambarkan sebelumnya, sistem Wilayatul Faqih akhirnya tegak dan mapan berdiri di negara tersebut. Marjane harus beradaptasi dengan lingkungan yang begitu ekstrim dibandingkan sewaktu dia di Wina. Di Eropa, dia menemukan kebebasan dalam bertindak dan bergaul dengan siapa saja. Tentu saja kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan versi Barat. Kebebasan itu ternasuk berfikir dan berpendapat, suatu hal yang sangat sulit didapatkan di Iran.

Konflik dan pertentangan nilai antara Marjane dengan Wilayatul Faqih mendominasi adegan-adegan film ini seterusnya. Contoh adegan itu seperti kejar-kejaran antara polisi Iran dengan teman-temannya yang menggelar pesta. Kemudian adegan ditangkapnya Marjane yang sedang berdua-duaan dengan kekasihnya. Dan lain-lain. Adegan-adegan tersebut mengakumulasi dan menggiring opini penonton mengenai karakter sebuah rezim pemerintah Islam. Wilayatul Faqih yang banyak menerapkan syariat Islam di dalamnya, digambarkan sebagai suatu sistem yang tidak lebih baik dari otoritarianisme Syah Iran.

Saya tidak terlalu mengharu-biru melihat penderitaan Marjane yang diangkat dalam film ini. Bagi saya, setiap perubahan pasti memakan korban. Wilayatul Faqih yang dijadikan oposisi karakter tokoh dalam film ini, di lain pihak merupakan pembebas bagi jutaan rakyat Iran. mereka adalah orang-orang Islam yang menginginkan syariat agama mereka dapat dijalankan dengan perlindungan penuh penguasa. Ketika terjadi banyak konflik dan gesekan selama masa perubahan tersebut, hal itu sangat wajar. Seandainya kita balik posisinya dimana seorang muslim Iran merasa sangat tersiksa dengan kebudayaan barat yang mengusik ketenangan spiritiualnya, maka kita bisa memahami situasi ini secara utuh. Pada akhirnya, kita akan mencoba mencari kompromi2 politik untuk menengahi konflik yang ada.

Film ini jelas propaganda, tapi propaganda yang mencerdaskan.

Saturday 14 November 2009

SIKAP DIAM FRAKSI PKS


Banyak orang-orang bertanya mengenai diamnya PKS dalam mengahadapi kasus KPK-Polri saat ini. Sikap diam mereka bahkan lebih terasa daripada gaya lamban SBY dalam merespon kasus ini.

Bahkan, kita bisa melihat sikap Fachri Hamzah yang terkesan mendukung kepolisian dalam kasus KPK-JAKSA-POLRI. Sikap itu tentu saja sangat mengecewakan banyak pihak. Kekecewaan itu tentu saja sangat beralasan, mengingat Fachri Hamzah adalah anggota dewan dari Partai Keadilan Sejahtera, partai yang citranya sangat lekat dengan kepedulan dan kebersihan kader-kadernya. Yah setidaknya itu yang dijargonkan.

Ada beberapa penjelasan yang memang tidak populer bagi masyarakat untuk menerima sikap Fachri Hamzah dan PKS dalam kasus Cicak-Buaya tersebut.

1. Koalisi PKS dengan Demokrat yang disusung untuk 5 tahun ini berada di ujung tanduk apabila kasus Bank Century berhasil memakzulkan SBY-Boediono. Ingat. Isu yang beredar di masyarakat pemerhati korupsi mengatakan bahwa kasus Bank Century terkait erat dengan mantan pimpinan Bank Indonesia. Tidak salah apabila PKS cenderung mengambil posisi aman demi koalisi yang diusung untuk 5 tahun kedepan. Scenario terburuk adalah pemakzulan Boediono sebagai mantan petinggi BI yang terkait kasus Bank Century. Isu lainnya mengatakan bahwa selisih bantuan yang dikeluarkan pemerintah digunakan untuk membantu biaya kampanye Partai Demokrat. Singkat kata, apabila koalisi ini hancur, maka PKS akan menjadi musuh bersama bagi partai-partai besar yang ada. Karena sudah sangat terlambat bagi PKS untuk menjajaki koalisi bersama Golkar ataupun PDIP. Dalam dunia gerakan Islam, kondisi tersebut berarti siaga 3 bagi dakwah dan pergerakan. Ingat, salah satu alasan utama koalisi PKS dengan Demokrat adalah disepakatinya sebuah payung dakwah (mizhollatul da`wah) bagi gerakan Islam di Indonesia khususnya Tarbiyah.

2. Bersikap kalem terhadap Polri yang sedang menjadi common enemy di tengah masyarakat merupakan sikap yang masuk akal. Penjelasan atas hal ini bisa kita kaji dari temuan Polri terkait para pelaku kejahatan terorisme yang ditangkap di UIN. Banyak dari mereka yang memiliki latar belakang aktivis tarbiyah (Partai Keadilan/Partai Keadilan Sejahtera). Jika kita mengkaji ke belakang, fenomena terorisme tahun 2009 memang berbeda dengan tahun 2002 dan 2006. salah satu perbedaan yang mencolok adalah latar belakang para pelaku. Terorisme tahun 2002 dan 2006 banyak dilakukan oleh para aktivis/mantan aktivis Darul Islam. Sedangkan tahun 2009, para pelaku teror banyak yang merupakan mantan aktivis tarbiyah atau salafi. Jika PKS ikut dalam arus menyerang Polri, maka bukan tidak mungkin, Polri dengan seperangkat kepercayaan masyarakat yang sudah dimilki mereka dalam menumpas terorisme, akan mengarahkan moncong senjatanya kepada PKS. Bukankah belakangan ini kita semakin sadar kalau Polri sangat sakti dalam memainkan barang bukti?

Secara global, fenomena terorisme mengalami pergesaran yang sangat dramatis. Pada tahun 2001 pasca peledakan WTC, al-Qaeda dan jaringannya selalu menjadikan aset negara Barat sebagai sasaran serangan. Berkali-kali terjadi serangan bom bunuh diri di negara-negara Barat yang menjadikan al-Qaeda sebagai organisasi teroris nomor satu di dunia. Kita ingat setelah Amerika, Inggris sempat mereka serang. Kemudian bom besar di kota Madrid, Spanyol dan lain-lain.

Namun, 2 tahun belakangan ini, para pelaku bom menjadikan negara-negara muslim sebagai sasaran baru mereka. Kita bisa mengkliping berita pengeboman yang terjadi di negara-negara seperti Pakistan, bahkan Mumbay, India yang notabene merupakan kantong warga muslim di India. Apa yang terjadi di Indonesia merupakan salah satu rangkaian dari rantai global terorisme yang sudah mulai bergeser di dunia. Tiba-tiba, para pejuang Islam ini menjadi seperti George W.Bush yang mengatakan "either you with us or with terrorist". Jadi, tidak ada opsi bagi kita di hadapan mereka. Jika kita tidak melawan Barat, maka kita adalah bagian dari musuh Islam. Setiap negara muslim yang mendukung atau membiarkan terjadinya penjajahan negara Barat atas dunia Islam dianggap sebagai musuh. Itulah yang terjadi saat ini.

Ust.Hilmi Aminudin dalam pengarahannya untuk anggota Dewan dari PKS mengatakan bahwa fenomena ini merupakan hasil kerja intelejen barat yang menyusup ke setiap gerakan Islam Politik yang ada. Mereka masuk ke dalam Tarbiyah, Salafi dan HTI dan meracuni mereka dengan paradigma baru mengenai target serangan. Di PKS sendiri, fenomena ini sudah terlihat dengan kemunculan FKP (Forum Kader Peduli) 2 tahun yang lalu. Mereka tiba-tiba muncul dengan perasaan kecewa terhadap jamaah yang dianggapnya sudah melenceng jauh dari cita-cita syariah Islam. Mereka tiba-tiba menjadi orang-orang yang paling anti dengan demokrasi dan politik ala Barat. Di Salafi, fenomena ini lebih dashyat lagi, mereka yang pada dasarnya sudah menganggap politik sebagai bid`ah, mulai melahirkan pemikiran untuk mengangkat senjata. Taliban adalah bentuk paling kongkrit dari Salafi bersenjata. Al-Qaeda yang dipimpin oleh Osama bin Laden juga memiliki kedekatan mazhab dengan Salafi. Sayangnya, saat ini mereka gemar mengarahkan senjatanya kepada sesama muslim termasuk golongan Syiah.

Belum ada kajian yang mendalam terhadap fenomena ini, tapi kita sudah bisa melihat dengan jelas pergerakan mereka. Sejauh ini mereka tetap menjadi golongan yang minor di tengah dunia persilatan (baca: harokah Islamiyah). Mereka sendiri masih dianggap sempalan oleh harokah induknya. Namun, tindakan dan aksi-aksi jihad versi mereka bisa menggiring harokah induk mereka ikut dikaitkan dengan terorisme. Yang pada akhirnya musuh-musuh Islam memiliki legitimasi mutlak untuk menghajar semuanya.

Kondisi inilah yang sedang dihadapi oleh PKS. Mengutip perkataan seorang ulama di Bogor, saat ini semua perangkat untuk menghajar PKS sudah ada. Yang dibutuhkan hanya momentum dan alasan yang tepat untuk mengeksekusinya. Sikap diam partai ini dalam menghadapi isu nasional yang sangat populer adalah wujud nyata dari usaha mempertahankan jamaah. Tidak ada yang bisa dilakukan PKS saat ini selain tetap bertahan (defensif) dan tidak terpancing untuk menyerang.

Saat ini adalah masa-masa yang sangat sulit bagi PKS untuk membuktikan dirinya masih ada di dalam ideologi perjuangan Islam yang benar. Di satu sisi mereka harus menenangkan kadernya dengan berbagai penjelasan ideologis atas langkah yang ditempuh. Namun, di sisi lain mereka juga harus mengamankan posisi dalam dinamika perpolitikan Indonesia. Yang artinya, inilah saatnya melebur dengan demokrasi dengan selebur-leburnya tanpa harus menuhankan demokrasi. Hal ini semakin membenarkan disertasi Joseph Alagha mengenai "shifting ideology of Islamic movement". Dalam disertasinya, Alagha mengatakan bahwa ideologi sebuah gerakan Islam politik akan bergeser ke arah pragmatisme jika bertemu dengan demokrasi. Namun, saya lebih senang melihatnya sebagai sebuah strategi masa transisi daripada pragmatisme belaka. Transisi menuju peradaban yang madani.

Wednesday 21 October 2009

JANGAN SOMBONG; Yang Kita Tahu Lebih Sedikit Daripada Yang Kita Tidak Tahu

Catatan ini dibuat pada 3 hari terakhir di bulan Ramadhan yang lalu. Tidak sempat diposting karena padatnya acara persiapan mudik

Ramadhan kali ini betul-betul mengajarkan saya arti sebuah kebersihan hati. Dalam 10 hari terakhir di bulan Ramadhan kali ini, setidaknya 3 kali saya mendapat teguran langsung dari Allah SWT atas kotornya hati saya.

Peristiwa pertama terjadi pada malam ke 25 Ramadhan. Saat itu saya sedang beri`tikaf di Masjid al-Muhajirin di perumahan lingkungan saya. Kebetulan saya adalah salah seorang jamaah yang gemar mengikuti acara-acara yang diadakan di masjid tersebut. Salah satu acara dalam program i`tikaf mereka adalah kajian Islam yang diisi oleh berbagai ulama dari berbagai latar belakang dan aliran.

Pada malam hari yang berbahagia tersebut, yang bertugas sebagai narasumber kajian adalah ustadz Aman Abdurrahman Lc. Beliau adalah seorang aktivis Majelis Mujahidin Indonesia yang juga pernah ditangkap dengan tuduhan terkait aksi teror di Indonesia.

Sebagai seorang yang belum sepenuhnya sepakat dengan manhaj MMI, saya sudah berfikir buruk tentang Ustadz tersebut. Saya merasa malas untuk mendengarkan kajiannya. Apalagi sudah jelas, tema yang disampaikan adalah tauhid vs demokrasi. Maka tidak ada sedikitpun rasa ikhlas saya untuk mendengarkan kajiannya. Apalagi dengan pengalaman saya selama ini berdiskusi dengan rekan-rekan MMI, mereka selalu tidak pernah salah. Ah . . . pokoknya saya betul-betul malas malam itu.

Tiba-tiba, Allah menegur saya dengan caranya yang unik. Pak Indra yang merupakan PJ acara I`tikaf di masjid itu meminta tolong kepada saya untuk mengantarkan ustadz Aman ke rumahnya di daerah Cileunyi. Saya sempat bertanya, Cikunir atau Cileunyi pak? Cileunyi, katanya. Saya bingung, karena saya tahu persis bahwa Cuma saya jamaah yang masih tergolong muda dan kuat untuk mengantarkan Ustadz pergi jauh dini hari begitu.

Akhirnya, dengan segala macam perasaan yang bercampur aduk, saya mengantarkan Ustadz Aman ke Cileunyi tepat tengah malam. Sebagai catatan, malam itu adalah malam ganjil dimana saya sangat ingin menghabiskan waktu di masji untuk beri`tikaf. Namun, apadaya – saya harus beri`tikaf di dalam kijang innova untuk mengantarkan Ustadz Aman.

Pelajaran kedua datang pada malam ganjil berikutnya. Kajian Islam yang diadakan di masjid mengundang seorang tokoh dari HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) sebagai pembicara. Temanya pun sangat mudah ditebak, ya – "Urgensi Penerapan Syariah dan Pendirian Khilafah". Bukan Hizbut Tahrir namanya kalau tidak membicarakan perkara "khilafah".

Hizbut Tahrir adalah sebuah harokah yang pada awalnya merupakan ekses evaluasi dari Ikhwanul Muslimin (bukan antitesis). Sang pendirinya, Taqiyudin an-Nabhani adalah mantan aktivis IM yang keluar karena menganggap manhaj perjuangan IM terlalu pasif dan tidak efektif. Selanjutnya, dia mengembangkan ijtihadnya sendiri dengan membentuk Hizbut Tahrir yang mengfokuskan diri pada pembentukan Khilafah Islamiyah. Terus terang, saya tidak terlalu suka dengan harokah ini, karena begitu banyaknya anomali pada manhaj mereka terutama yang terkait dengan islahuddaulah.

Dengan latar belakang tersebut, seperti biasa, saya sudah merasa malas dengan kajian sebelum dimulai. Hati ini rasanya kotor betul dan tidak memiliki ketertarikan untuk mendengarkan kajian. Bahkan, saya berfikir untuk duduk di koridor masjid saja dan mengejar target tilawah ramadhan daripada mendengarkan kajian.

Tidak lama sebelum kajian dimulai, pak Indra mendatangi saya. Dia bilang "akh tolong nanti antum yang menjadi pembawa acara, karena pak Donny tidak datang malam ini". Saya sulit untuk menolak, karena saya tidak bisa mencari-cari alasan yang tepat untuk tidak berbohong. Tidak mungkin saya katakan kepada Pak Indra kalau saya tidak suka HT. Akhirnya, sambil mencoba untuk ikhlas, saya maju ke depan, bersalaman dan duduk disamping Ustadz HT. 5 menit pertama saya betul-betul mati gaya. Saya tidak henti-hentinya beristighfar dan setelah itu hati saya merasa lebih tenang. Menit-menit berikutnya belalu tanpa terasa. Ternyata banyak hal yang baik dari konsep khilafah HT. Sesi tanya jawab pun menjadi sangat menarik dan seru. Beberapa pendapat sang Ustadz memang masih perlu dikaji lebih dalam, tapi pada umumnya, apa yang mereka perjuangkan adalah sebuah kebaikan. Setidaknya, saya lebih bisa memahami mereka dibandingkan sebelunya, yaaa setidaknya malam itu lah.

Astaugfirullah al-adzhim, betapa sombongnya saya. Seolah-olah saya sudah lebih mengerti konsep khilafah daripada sang Ustadz. Mungkin ini adalah teguran yang kesekian kali dari Allah kepada saya yang malas untuk belajar. Malas untuk mengkaji, dan senang terhadap hal yang instan-instan.

Wallahu `alam bima yasna`un

Tuesday 20 October 2009

NUKLIR IRAN UNTUK DAMAI

Iran meresmikan instalasi pengayaan uranium mereka yang baru di kota Qom. Reaktor nuklir yang baru ini dianggap sebagai usaha Iran untuk menciptakan senjata nuklir. Dunia pun kembali terperanjat Saya teringat sewaktu presiden Ahmadinejad datang ke kampus saya 4 tahun yang lalu. Saat itu dia memberikan kuliah umum seputar hubungan Indonesia – Iran. Di dalam sesi tanya jawab dengan mahasiswa UI saat itu, ada seorang teman saya yang bertanya mengenai nuklir Iran. Teman saya menanyakan apakah Iran berusaha menciptakan senjata nuklir dari pembangunan nukirnya tersebut. Presiden Ahmadinejad menjawab dengan sangat santai. Dia bilang saat ini kami belum mampu menciptakan senjata nuklir, tapi kemampuan itu sudah ada di dalam kepala kami (seraya menunjuk kepalanya dengan jari telunjuk)

Nuklir adalah puncak dari segala ilmu pengetahuan yang ada saat ini. Berbagai disiplin ilmu eksak bertemu dalam teknologi ini. Dalam teknologi nuklir ada ilmu matematika, fisika, dan kimia. Jadi, sangat tidak adil apabila teknologi ini hanya boleh diadopsi oleh beberapa negara di dunia. siapapun berhak mengembangkan teknologi ini untuk kesejahteraan masyarakat. Hal ini yang di kemudian hari disebut dengan nuklir untuk kepentingan sipil dan damai.

Lalu, sampai di mana kita bisa memberi sikap terhadap kecenderungan suatu negara untuk menciptakan nuklir untuk kepentingan militer (bom atom)? Dalam konteks Iran saat ini, marilah kita tinjau berbagai faktor terkait dalam perspektif politik dan hubungan internasional.

1. Balance of regional power. Di wilayah Timur Tengah, kekuatan politik dan ekonomi banyak di dominasi oleh kekuatan sumber daya alam dan senjata. Negara yang memiliki cadangan minyak bumi berlimpah akan mendominasi konstelasi. Begitu pula dengan negara yang memiliki kekuatan militer yag besar, akan memiliki posisi tawar yang sangat signifikan dalam politik kawasan. Keseimbangan kekuatan militer tersebut terganggu semenjak Israel memiliki senjata nuklir. Israel yang lahir secara ilegal di kawasan ini, justru menjadi pihak yang paling kuat dalam hal militer dan persenjataan. Hal ini dibuktikan dengan kemenangan mereka pada perang-perang yang dilakukan dengan negara-negara Arab.

2. Global bargaining position. Isu nuklir jelas menjadi persoalan internasional manakala si pemilik nuklir sulit untuk diajak bekerjasama dalam kesepakatan proliferasi. Iran, dalam hal ini mendapatkan banyak sekali sorotan dari dunia internasional yang kemudian terbagi menjadi dua golongan, yang pro dan kontra terhadap nuklir Iran. pihak yang mendukung tentu saja berasal dari negara-negara yang memiliki rasa keterwakilan dalam isu nuklir ini. Kebanyakan dari mereka adalah negara yang ingin memiliki teknologi serupa pada waktu yang akan datang. Selain itu, Iran juga mendapatkan dukungan dari negara-negara yang notabene-nya berkonflik dengan AS seperti Venezuela dan Bolivia. Ditambah lagi gaya berpolitik Ahmadinejad yang memusuhi dominasi negara barat, terutama Amerika Serikat.

Sementara itu, apabila kita melihat isu ini dari perspektif politik domestik Iran, maka akan tampak hal-hal berikut;

1. Pengalihan isu yang efektif. Di dalam negerinya sendiri, Ahmadinejad memiliki banyak oposisi. Mereka adalah golongan yang tidak menyukai gaya politik Ahmadinejad yang kontra terhadap negara Barat. Mereka juga golongan yang menginginkan perubahan pada konstitusi dasar Iran, yaitu Wilayatul Faqih. Menurut Musthafa Abdurrahman, golongan ini disebut kaum reformis. Sebaliknya para loyalis Wilayatul Faqih disebut kaum konservativ. Pergesekan di antara kedua kubu ini akan memanas setiap menjelang waktu putaran Pemilu. Sejauh ini, isu nuklir sanggup meredam pergesekan tersebut sekaligus menjadi pengalih yang efektif. Terbukti, pada Pemilu yang lalu, Ahmadinejad kembali terpilih dengan memanfaatkan isu nuklir yang memang dibuat "seolah-olah" tidak selesai-selesai.

2. Rekonsiliasi nasional. Iran adalah negara yang memiliki akar budaya dan peradaban yang tinggi di dunia. mereka sangat bangga dengan identitas ke"persia"an mereka disamping kultur keislaman yang juga cukup kuat. Isu nuklir yang dipropagandakan oleh pemerintahan Ahmadinejad selalu dikaitkan dengan kebangkitan masyarakat Islam khususnya orang-orang Persia di dunia. cara-cara ini terbukti efektif untuk memprovokasi dukungan masyarakat Iran terhadap pegembangan nuklir mereka. Sebagai catatan, mazhab Syiah yang mayoritas dianut oleh masyarakat Iran merupakan mazhab minor di dunia Islam. Kepemilikan teknologi nuklir tentu saja akan mengangkat citra Iran di mata dunia Islam yang mayoritas bermazhab Sunni. Kondisi ini tentu saja menambah kepercayaan diri bangsa Iran yang pernah melewati masa-masa ta`kiyah (menyembunyikan identitas mazhab) pada zaman kekuasaan Bani Abbasiyah. Sejak masa itu, penganut Syiah dianggap sebagai golongan sesat dan dikafirkan oleh kekuasaan kholifah yang Sunni. Dengan isu nuklir, perlahan-lahan mereka ingin mendapatkan kesetaraan di dalam dunia Islam.

Ahmadinejad betul-betul pandai membaca situasi internasional. Jika kita lihat tekanan yang diberikan pihak-pihak yang kontra terhadap nuklir Iran, maka kita bisa memisahkan mereka menjadi dua golongan berdasarkan ancaman sanksi yang akan diberikan. Golongan pertama adalah yang mengancam akan memberikan sanksi ekonomi berupa embargo dan lain-lain. Golongan ini dipmpin oleh Amerika Serikat dan beberapa negara Barat. Golongan kedua adalah yang mengancam dengan sanksi militer berupa serangan langsung ke reaktor-reaktor nuklir Iran. Sejauh ini, hanya Israel yang termasuk ke dalamnya.

Kebijakan Ahmadinejad untuk membangun reaktor nuklir di kota Qom jelas merupakan pertahanan yang ampuh untuk mencegah serangan Israel. Qom adalah kota yang disucikan oleh seluruh rakyat Iran. Kota Qom adalah tempat para faqih (pengganti imam) bersekolah dan menempuh pendidikan agama. Ayatulah Khomeini dan para faqih setelahnya adalah alumnus kota Qom. Israel akan berfikir ribuan kali untuk menyerang kota Qom yang disucikan oleh bangsa Iran. kasus ini sama persis dengan yang terjadi pada bom nuklir tahun 1945. Ketika itu, Amerika Serikat sempat menjadikan Kyoto sebagai target sasaran bom. Namun, kemudian mereka membatalkannya dengan alasan Kyoto adalah kota yang disucikan rakyat Jepang. Menghancurkan Kyoto dianggap tidak akan membuat Jepang menyerah, justru sebaliknya, mereka akan bangkit sampai titik darah penghabisan.


Terlepas dari faktor apapun, mengembangkan teknologi nuklir untuk sebuah tujuan damai adalah hak setiap negara di dunia. apabila di kemudian hari tekonologi itu dikembangkan untuk tujuan militer, maka kita harus jeli melihat konstelasi kekuatan yang ada di dunia. Aturan non-proliferasi nuklir seharusnya ditegakkan untuk semua negara di dunia dan dijamin bersama-sama pelaksanaannya. Jadi, apabila kita ingin dunia tanpa senjata nuklir maka seharusnya tidak ada satupun yang berhak memiliki hulu ledak nuklir. Sebaliknya, jika ada negara-negara yang diperbolehkan memilikinya, maka seharusnya seluruh negara di dunia berhak memilikinya.

Monday 14 September 2009

TREN DZIKIR PERKOTAAN

Hari Sabtu tanggal 12 September yang lalu atau bertepatan dengan tanggal 23 Ramadhan, saya pergi ke Masjid at-Tin untuk beri`tikaf. Malam itu adalah malam ganjil yang sering dikaitkan dengan turunnya lailatul qadr. Saya sampai di masjid besar itu pukul 1 dini hari. Namun, apa yang saya lihat? Masjid itu penuh sesak dengan manusia yang sedang beri`tikaf. Mereka datang lebih dulu daripada saya. Mereka membawa segenap teman dan keluarga mereka. Masjid at-Tin yang dingin dan nyaman untuk beri`tikaf dalam bayangan saya, berubah menjadi seperti posko bencana alam. Subhanallah . . .

Saya tipikal orang yang tidak menyenangi keramaian. Jika sedang dalam situasi macet, sambil merasa kesal, saya sering bergumam lagi ngapain sih, ni orang2???. Tapi kali ini, saya tidak bisa bergumam seperti itu lagi. Keramaian di at-Tin adalah fenomena dzikir perkotaan yang patut disyukuri. Subhanallah . . .

10 tahun yang lalu, entah mungkin sekitar itu, ibadah i`tikaf tidak sepopuler saat ini. Masyarakat belum terlalu mengenal dengan baik jenis ibadah yang satu ini. Tabligh dan ta`lim yang ada tidak terlalu memobilisasi masyarakat untuk bergerak ke masjid untuk beri`tikaf. Saya sendiri baru mengenal ibadah ini ketika duduk di bangku SMA, itupun di saat2 terakhir masa sekolah ketika saya berislah dengan teman2 rohis.*

Tapi itu dulu, saat ini zaman telah berubah. Seperti halnya harokah dan kebebasan berorganisasi serta kedewasaan demokrasi di negara ini yang terus berkembang, masyarakat sudah jauh lebih baik. Dakwah Islam yang bersifat revivalis berkembang dengan sangat bebas di tengah masyarakat. Beberapa elemen masyarakat yang sudah terlebih dahulu akrab dengan peribadatan sunah seperti ini semakin menemukan objek dakwah mereka. Dan pada akhirnya, seperti yang kita lihat hari ini. Perlahan tapi pasti, masyarakat semakin sadar tentang pentingnya ibadah di 10 hari terakhir bulan Ramadhan.

Apapun hakikatnya, pemandangan yang saya saksikan di at-Tin malam itu telah menggugah hati dan pikiran saya tentang karakter dakwah umat Islam di Indonesia. Saya bertanya-tanya, siapa gerangan yang telah menggerakan sekian banyak orang untuk beri`tikaf di masjid ini. Sebelumnya saya sering berpendapat bahwa hanya saya dan teman2 saya yang paling giat menghidupi budaya i`tikaf dari halaqoh ke halaqoh. Tapi sekarang, lihatlah at-Tin!! Apakah mereka semua berhalaqoh? Apakah mereka selalu bertemu tiap pekannya? Apakah mereka semua memiliki manhaj yang sama? I dont think so . . Jadi jelas, keberhasilan dakwah ini adalah pertolongan Allah dan bukan dominasi peran "kami" atau "mereka". Ya, betul, dakwah ini akan tetap ada, dengan atau tanpa kita . . dan saya teringat kata2 ayah teman saya di ponorogo, dia bilang jika kita masih berpegang kepada qur`an dan sunah, pada suatu hari nanti, kita akan bertemu dalam satu garis perjuangan yang sama, insya Allah.

* Ishlah : berdamai atau rekonsiliasi

Monday 31 August 2009

WA MA ADRA KA MA LAILATUL QADR?

Inna anzalnahu fi lailatul qodr
Surat al-Qodr adalah surat ke 97 dari al-Quran al-Karim. Kalau kita perhatikan surat sebelumya adalah surat al-Alaq dengan nomor surat 96. dua surat ini walaupun berdekatan tapi memiliki latar belakang turun yang berbeda jauh. Surat al-Alaq diturunkan ketika Nabi SAW berada di Mekkah, sedangkan surat al-Qadr diturunkan ketika Nabi berada di kota Madinah.

Jarak antara kedua surat itu yang ditempatkan berdekatan dalam al-Quran menyiratkan satu pesan kepada kita tentang pentingnya membaca al-Quran. Dan keutamaan membaca al-Quran diabadikan dalam kemuliaan malam lailatul qadr, yaitu malam diturunkannya al-Quran.

Wa ma adra ka ma lailatul qadr?
Dalam al-Quran, kalimat wa ma adraka digunakan sebanyak 13 kali (kalo gak percaya itung aja sendiri). Dari seluruh kalimat tersebut hanya pada surat al-Qadr lah Allah menggunakannya untuk menjelaskan suatu peristiwa yang penuh kemuliaan. Sisanya, sebanyak 12 kali, kalimat tersebut digunakan untuk menjelaskan hari kiamat. Artinya, antara hari kiamat dan al-Qadr sama-sama merupakan peristiwa besar yang Rasul saja tidak bisa mengetahui kapan terjadinya selain tanda-tandanya.

Sayyid Qutb dalam fi Zhilalil Quran mengartikan al-Qadr menjadi:
Pertama, artinya ketetapan. Yang dimaksud disini adalah Allah menjadikan malam tersebut sebagai sebuah ketetapan terhadap hidup seorang hambanya di kemudian hari. Ketetapan itu tentu saja sesuatu yang baik.
Kedua, artinya sempit. Yang dimasud dari sempit disini adalah sedikitnya waktu yang ada untuk memanfaatkan lailatul qadr. Dalam ayat yang lain Allah mengatakan yuqdirullah . . . Allah menyempitkan . . . seperti itulah.

Lailatul Qadri khoiru min alfi syahr
Bilangan 1000 bulan yang kemudian dijumlah menjadi 83 tahun adalah bilangan yang mewakili betapa banyaknya pelipatgandaan amal pada malam tersebut. Konteks masyarakat Arab ketika diturunkannya ayat ini hanya mengenal bilangan 1000 sebagai angka yang terbesar. Mereka belum mengenal juta, milyar atau triliun. Beberapa ulama mengatakan, kalimat 1000 bulan dalam surat al-Qadr bisa menjadi miliar atau triliun dalam konteks saat ini. Karena memang hakikat bunyi ayat itu adalah suatu pelipatgandaan yang tidak terbatas.

Tanazalul malaikah wa ruh fiha min kulli amr salamun hiya hattamat lail fajr
Begitu banyaknya malaikat yang turun ke bumi untuk memberikan kebaikan kepada orang-orang yang beribadah pada malam tersebut. Penjagaan para malaikat Allah pada malam lailatul Qadr menurut sebagian ulama tidak terbatas sampai fajar esok paginya. Namun, sampai fajar kehidupan berikutnya, yaitu hari kiamat. Ada sebagian ulama yang menganggap malam lailatul qadr hanya turoritas ulama mengun sekali ketika diturunkannya al-Quran. Namun mayoritas ulama menganggap malam ini turun setiap tahunnya di bulan Ramadhan. Salah satu buktinya adalah penggunaan fiil mudhori pada kata "tanazalu" – fiil mudhori itu kalau bahasa kitanya present continues tense. Menurut Imam Ghazali yang dikutip oleh Muhammad Abduh, ada dua bisikan dalam diri manusia. Bisikan p ertama adalah bisikan kebaikan yang berasal dari malaikat serta yang kedua bisikan kejahatan yang berasal dari syetan. Artinya, seseorang yang berhasil mendapatkan lailatul qadr akan mendapatkan penjagaan dari para malaikat sampai hari kiamat. Sehingga orang tersebut memiliki kecenderungan untuk melakukan kebaikan seumur hidupnya. Subhanallah.

Sebagai catatan penutup, kita harus tahu bahwa lailatul qadr dengan segala kemuliaannya tadi tidak datang kepada semua orang begitu saja. Dia hanya datang kepada orang-orang yang sudah mempersiapkan diri menyambutnya dengan kebersihan hati dan kehusyukan beribadah. Maka, maksimalkan bulan Ramadhan kali ini agar kita layak menyambut lailatul qadr.

Thursday 27 August 2009

Transformer 2


Film Transformer 2: Revenge of The Fallen betul-betul memuaskan hasrat saya terhadap film fiksi selama ini. Sang sutradara, Michael Bay tahu betul bagaimana membuat penonton tidak bisa berpaling dari layar bioskop ketika adegan demi adegan ditampilkan. Sepintas memang tidak ada yang penting dari film ini dibandingkan film-film besar yang bertema drama atau kisah hidup seseorang. Tapi saya punya pendapat lain. Bagi saya, film ini jauh melampaui kualitas drama-drama yang memenangi oscar ataupun film festival. Film inilah yang menjadi inti drama peradaban yang saat ini dipimpin oleh Amerika Serikat.

Drama peradaban, istilah yang sedikit memaksa memang, tapi itulah yang terlintas ketika saya membuat tulisan ini. Bagaimana tidak, orang yang tahu betul bagaimana perkembangan teknologi persenjataan saat ini tentu paham bahwa Transformer 2 mengakali fokus kita terhadap dunia persenjataan. Memang, Transformer 2 tidak sendirian dalam membuat akal-akalan. Ada film lain yang diliris berdekatan yaitu G.I Joe yang juga membuat drama peradaban tapi dengan perspektif yang berbeda. Transformer 2 menggunakan banyak senjata yang saat ini merupakan alutsista terdepan militer AS. Sedangkan G.I Joe tidak lebih dari sekedar film untuk anak kecil dengan adegan fiksi yang berlebihan.

Kalau kita mengikuti edisi koleksi majalah angkasa mengenai persenjataan, kita akan menemukan semuanya dalam film Transformer 2. Dalam edisi mengenai pesawat tempur masa depan, angkasa menempatkan F-22 Raptor sebagai jet tempur generasi terbaru sekaligus tercanggih yang dimiliki AS. Di film Transformer 2, jet ini berubah menjadi Starscream, salah satu karakter Decepticon yang kuat. Memang, dalam perkembangan selanjutnya, ada jet tempur lain yang juga memiliki kecanggihan setara F-22 yaitu F-35. Tapi, tetap saja, setiap orang yang mencintai dunia dirgantara pasti sepakat bahwa F-22 adalah tipikal jet yang bakal menggantikan F-16 yang legendaris atau F-15 yang sadis.

Di dunia daratan, alutsista AS yang paling kesohor saat ini adalah tank M1-Abrams. Yeup, tank ini ada di perang-perang terakhir AS di Timur Tengah. Tank ini menjadi alusista AS yang paling diandalkan saat ini dan memensiunkan semua jenis Tank pendahulunya. Dalam Transformer 2, Abrams diabadikan oleh karakter Decepticon yang lain. Saya lupa namanya... Begitu digdayanya militer AS di dunia nyata bahkan di dunia fiksi sekalipun.

Film ini merupakan pengalihan fokus kita terhadap teknologi persenjataan AS yang sedang dikembangkan saat ini. Bayangkan, dalam situasi darurat kemanan dunia seperti dalam film itu, AS hanya menggunakan alutsista yang ada dalam majalah-majalah militer. Kita tahu persis, bukan AS namanya kalau tidak ada senjata yang rahasia. Saat ini, AS mencurahkan segala kemampuannya dalam mengembangkan berbagai macam artileri canggih. Kecanggihan artileri ini akan meminimalkan peran alutsista berat lain, seperti Tank dan pesawat tempur. Artileri yang saya maksud adalah berbagai macam bom canggih berpenuntun satelit. Kita mengenal jenis bom seperti JSAW dan JDOM yang digunakan AS untuk menghancurkan bunker pasukan Saddam di Irak. Kedua bom tersebut adalah awal dari perkembangan teknologi bom selanjutnya. Semua jenis bom pintar ini akan mempercepat jalannya perang dengan tingkat keakuratan yang sangat tinggi. Penggunaannya juga ringkas dan minim SDM. Itulah sebabnya, AS mengembangkan teknologi pesawat tempur siluman (stealth) dengan kecepatan melebihi Mach 3 (3 kali kecepatan suara) untuk membawa bom-bom semacam ini. Disamping itu, mereka juga mengambangkan pesawat tanpa awak (UAV- Unmanned Aerial Vehicle) yang bisa dioperasikan seperti remote control. Jenis UAV yang ada dalam Transformer 2 adalah Predator, salah satu UAV tercanggih dan termahal saat ini.

Jika kita perhatikan, tren ancaman keamanan bagi AS (bukan dunia) adalah terorisme sipil. Mereka selalu menggunakan taktik perang kota dan berbaur bersama elemen masyarakat sipil sehingga sulit diatasi. Beberapa organisasi yang dimusuhi AS seperti al-Qaeda dan Taliban sangat sulit dikalahkan karena metode ini. Menggelar sebuah operasi militer darat ala "counter strike" terbukti tidak pernah bisa mengatasi mereka. Oleh karena itu, AS cenderung menggunakan gaya sapu bersih ketika harus melumpuhkan target teroris. Jika sebuah rumah atau gedung dideteksi sebagai markas teroris, maka AS akan menghancurkan bangunan tersebut dan beberapa rumah disekelilingnya. Target sipil jelas tidak bisa dihindari, tetapi tentu saja AS memiliki segudang pembenaran. Apalagi mereka memiliki doktrin khusus mengenai terorisme. Semua pihak yang melindungi para pelaku teror dan target AS dianggap sebagai teroris itu sendiri. Cara ini juga mendidik masyarakat sipil untuk bekerjasama dengan pihak AS apabila mereka tidak mau dijadikan sasaran serangan. Inilah implementasi kebijakan war on terror warisan Bush. Either you with us or with terorrist.

Intinya, saya sangat merekomendasikan anda untuk menonton Transformer 2 sebagai film yang mewakili peradaban saat ini. Kalimat ini tidak berlebihan karena memang peradaban manusia digiring oleh kemajuan teknologi perang. Transformer 2 mengkakali wawasan kita terhadap teknologi persenjataan itu sendiri dengan menampilkan berbagai senjata konvensional. Padahal, militer AS sedang memasuki era full digital. Film itu bisa menggambarkan kepada kita bagaimana kekuatan militer AS di dunia. Seolah-olah, film ini juga memberi pesan bahwa hanya alien seperti Decepticon dan Autobots lah yang bisa "merepotkan" AS.

Friday 3 April 2009

SONG MEANING -- EMPTY WALLS By SERJ TANKIAN


Your empty walls
Your empty walls
Pretentious attention
Dismissive apprehension
Don't waste your time
On coffins today
When we decline
From the confines of our mind
Don't waste your time
On coffins today

Don't you see their bodies burning
Desolate and full of yearning
Dying of anticipation
Choking from intoxication
Don't you see their bodies burning
Desolate and full of yearning
Dying of anticipation
Choking from intoxication

I want you to be left behind those empty walls
Taught you to see from behind those empty walls

Those empty walls
When we decline
From the confines of our mind
Don't waste your time
On coffins today


I loved you yesterday
Before you killed my family

Empty Walls, artinya ya tembok kosong--yang dimaksud Serj dengan tembok kosong adalah Irak setelah dibombardir Amerika Serikat. Empty coz there`s nothing left to do there. Lagu ini mewakili seluruh isi album elect the dead yang berisi kritik keras terhadap kebijakan perang AS di Irak.

Saya pikir, lirik2 selanjutnya dalam lagu ini bisa langsung dimengerti.
Bait kedua bercerita seputar kesia-siaan tindakan. "Don't waste your time, on coffins today.." lirik ini ditujukan untuk para serdadu AS dan pasukan koalisi yang datang ke Irak. Mereka hanya akan membuang2 waktu, bahkan hanya akan menjadi mayat dalam peti mati. Bahasa kita-nya mati konyol gitu lah.

Bait berikuitnya "Don't you see their bodies burning..." dan seterusnya bercerita tentang situasi perang yang dipenuhi korban2 ledakan bom. Kalimat selanjutnya, saya interpretasikan sebagai empty walls tadi, kota-kota yang dilanda perang menjadi zona yang terisolasi sekaligus dipenuhi racun (toxic) dari senjata dan peluru kendali. “Choking from intoxication"

Lirik selanjutnya,“I loved you yesterday, before you killed my family”, kalimat ini menceritakan bagaimana hubungan pemerintahan Irak dengan AS yang dulu pernah sangat dekat. Bahkan ketika perang Irak – Iran terjadi pada tahun 1980 – 1988, Amerika Serikat berada di pihak Irak. Sebagian besar masyarakat Irak memang mengakui kekejaman Saddam Hussein dan menginginkan adanya perbahan dalam system pemerintahan Irak. Amerika Serikat yang memang berkampanye untuk membebaskan rakyat Irak dari cengkraman rezim Saddam sempat mendapat dukungan yang luas. Namun, ternyata cara yang dipakai oleh AS terlalu radikal (perang) sehingga harapan rakyat Irak yang tadinya digantungkan pada negeri ini berubah menjadi kebencian dan dendam. Perang itu telah membunuh banyak rakyat Irak, tidak terkecuali wanita dan anak-anak.

Wednesday 1 April 2009

PEMILU AS DAN DUNIA ISLAM






Pertanyaan awal mungkin adalah, “kenapa AS?” Jawabannya jelas, AS merupakan salah satu faktor dominan konflik yang ada di Timur Tengah saat ini. Hampir tidak ada satu konflik pun yang tidak melibatkan AS, baik secara langsung maupun tidak langsung di Timur Tengah. Yeup, negara yang disebut oleh Khomeini sebagai "Setan Besar" ini, sedang melaksanakan pesta demokrasi mereka. Pemilu AS, yang merupakan pesta demokrasi dalam dinamika politik dalam negeri AS, akan memiliki implikasi luas ke seluruh dunia, dalam konteks suplemen ini, Timur Tengah.

Pemilu AS sudah memenangkan Barack Obama dari kubu Deokrat dengan wakil presiden Joe Biden. Mereka mengalahkan pesaing dari kubu Republik, John Mccain dan calon wakilnya Sarah Pallin. Namun, siapa pun yang menang, tidak ada yang dapat diharapkan untuk masa depan Timur Tengah dan dunia Islam.

Jadi begini; Barack Obama yang dianggap sebagai tokoh revolusioner--mendobrak tradisi WASP (White Anglo-Saxon Protestan) karena negro-nya--memiliki visi yang tidak lebih baik dari George W Bush. Media internasional yang begitu gencar menyoroti Obama seakan mengalihkan isu yang paling sentral bagi kita, yaitu visi Obama terhadap dunia Islam. Penokohan Obama sudah tidak dapat diragukan lagi karena hampir setiap surat kabar nasional/internasional membuat artikel khusus mengenai calon presiden yang satu ini. Artinya, masyarakat internasional, termasuk kita, sudah mengenal Obama dengan baik dari sisi biografi dan fisik. Yang menarik adalah; sudahkah kita memahami visi Obama untuk dunia Islam, khususnya di kawasan Timur Tengah?

Majalah The Economist pada bulan yang lalu membuat laporan khusus mengenai Pemilu AS lengkap dengan penjabaran program-program strategis yang akan dijalankan dari kedua pasang calon presiden di AS. Terkait dengan isu Timur Tengah, menurut laporan tersebut, hal pertama yang harus disoroti adalah rencana Obama melakukan penarikan pasukan AS sepenuhnya dari wilayah Irak paling lambat 18 bulan setelah dia menjabat. “Wow, that sound is nice Mr.” Namun, kita perlu menelaah lebih jauh apa sebenarnya yang dimaksud dengan penarikan pasukan. Sejak invasi AS di Irak berakhir tahun 2003, sebenarnya secara bertahap AS sudah menarik pasukannya dari wilayah perang di Irak. AS terjegal dengan Konvensi Genewa yang melarang setiap negara penginvasi memiliki kepentingan jangka panjang di wilayah invasinya. Yang dimaksud dalam konvensi ini jelas, artinya AS tidak boleh menempatkan pasukan militer resmi di Irak. Yah. . . konvensi tingallah konvensi.

Dengan dalih instabilitas di Irak, AS mempertahankan pasukannya. Semakin banyaknya korban tewas di pihak tentara AS semakin memojokkan pemerintahan Bush untuk segera menarik pasukan dari Irak. Yang jadi masalah, anggaran perang yang mencapai hampir dua miliar US$ harus dipertanggungjawabkan di depan kongres. Publik AS tentu dengan sangat wajar mempertanyakan apa hasil yang didapat dengan anggaran sebesar itu? Kita harus ingat, saat itu adalah periode pertama pemerintahan Bush yang akan menghadapi Pemilu tahun 2004. Kita semua pasti sudah mafhum bahwa motif ekonomilah yang melatarbelakangi invasi AS ke Irak. Motif penghancuran WAMD (Weapon of Mass Destruction) dan keterlibatan Saddam Hussein dengan Osama adalah omong kosong – “we are already know that!”. Penguasaan terhadap minyak bumi lengkap dengan infrastrukturnya seperti kilang dan jalur pipa menjadi hal yang wajib bagi Bush untuk mengembalikan kepercayaan publik AS terhadap invasinya di Irak.

Setelah invasi berakhir, sesuai dengan ketentuan PBB yang terlebih dahulu sudah diinvasi oleh AS, harus dilaksanakan proyek rekonstruksi pasca-perang. Hebatnya, hampir seluruh tender rekonstruksi itu dimenangi oleh perusahaan asal AS macam Halliburton, Chevron, Blackwater, dll. Seluruh proyek dari pembangunan dan pengelolaan minyak, sampai dengan proyek penyediaan air bersih disikat oleh perusahaan asal AS. Di satu sisi, kita melihat AS mematuhi aturan PBB dan Konvensi Genewa untuk tidak memiliki kepentingan jangka panjang di Irak dengan cara menempatkan pihak korporasi swasta. Namun di sisi lain kita juga dengan mudah melihat perusahaan-perusahaan asal AS itu sebagai ‘proxy’ pemerintahan AS. Keuntungan besar yang didapat dari proyek rekonstruksi Irak akan masuk ke dalam kas negara sebagai tebusan anggaran yang terkuras selama invasi. Hasilnya jelas, Bush berhasil memenangi Pemilu untuk periode keduanya mengalahkan John Kerry yang cukup populer dan potensial.

Kembali kepada Mr. Obama, dengan kata lain, rencana penarikan pasukan dari Irak tidak ada implikasi positifnya bagi dunia Islam. Hal itu hanya formalitas di depan tuntutan dunia internasional karena pada hakikatnya, cakar-cakar kekuasaan AS sudah ada di Irak. Kondisi keamanan di Irak yang masih tidak stabil tidak akan memengaruhi rencana penarikan pasukan. Karena keamanan yang sejati bagi AS ada pada wilayah perusahaan-perusahaan minyak mereka berikut jalur distribusinya. Wilayah-wilayah tersebut berada jauh dari pusat konflik di Irak tengah seperti propinsi al-Anbar. Wilayah2-wilayah tersebut justru berada di selatan dan utara Irak. Seharusnya, rencana Obama di Irak adalah penarikan pasukan dan PENGEMBALIAN ASET EKONOMI.

Hal kedua yang perlu disoroti sesuai dengan laporan The Economist adalah rencana Obama untuk menggelar pasukan tempur yang lebih intensif di Afghanistan. Obama menganggap invasi AS ke Irak adalah sebuah kekeliruan dalam rangka perang terhadap terorisme (baca: al-Qaeda). Seharusnya, AS lebih memfokuskan diri terhadap pengejaran terhadap Osama Bin Laden yang berlindung di belakang kekuasaan Taliban di Afghanistan. Apa yang bisa kita cermati dari rencana Obama ini? Ikhwah fillah, sesungguhnya apa yang akan dijalankan oleh Obama merupakan ancaman besar bagi dunia Islam ke depan. Betapa tidak, Obama akan membuka front yang lebih masif di kawasan Asia Tengah yang saat ini kondisinya sedang rawan. Afghanistan adalah negara yang sangat strategis untuk (sekali lagi) menjaga aset ekonomi AS di Timur Tengah. Setali tiga uang, penguasaan atas Afghanistan juga akan mengeliminasi kekuatan Iran di sebelah utara berikut Pakistan di Timur, dua negara muslim yang memiliki geliat pergerakan Islam yang sangat progresif.

Kondisinya saat ini adalah Irak sudah berada dalam ketiak AS. Sekali pun AS menarik pasukannya dari Irak, negara ini sudah tidak bisa menjadi kekuatan penyeimbang Israel di Timur Tengah. Rezim boneka di Irak sudah terbentuk dan kepentingan-kepentingan ekonomi akan terus menjadi prioritas di atas pan-Islamisme kawasan. Rencana Obama untuk menggunduli Taliban dan al-Qaeda di Afghanistan artinya membuka front peperangan baru untuk menciptakan kawasan penyanggah kepentingan mereka.

Jadi, kita tidak perlu berharap banyak pada kontes Pemilu di AS bagi masa depan dunia Islam. Amerika Serikat sesuai dengan sebutan Imam Khomeini memang benar-benar SETAN BESAR yang mengacak-acak semua negara Islam. Jika saya bertanya, “Siapa presiden AS yang paling baik?” Jawabannya gak ada, kecuali Kennedy yang tewas sebelum melakukan banyak hal. George W Bush yang akan segera digantikan, adalah Presiden AS paling bodoh dalam sejarah. Hal itu sudah menjadi fakta mutawattir dari pers seluruh dunia. Nah, ironisnya, kita sebagai umat Islam ‘koq’ bisa diacak-acak oleh orang yang dianggap bodoh oleh masyarakat internasional.

Kalaupun Obama berkualitas baik, itu hanya dalam ranah isu domestik dan untuk kepentingan nasional AS, tidak untuk dunia Islam.



--Wirawan Sukarwo

Mahasiswa Program Magister Studi Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia





Monday 30 March 2009

KAPAN SEBAIKNYA AMERIKA SERIKAT KELUAR DARI IRAK?



Untuk menjawab pertanyaan di atas, saya akan mengunakan aspek ideal dan faktual. Idealnya, Amerika Serikat sudah harus keluar dari Irak setelah apa yang menjadi tujuan perangnya tercapai*. Tujuan awal perang di Irak adalah menumbangkan rezim Saddam Husssein yang disinyalir mengembangkan teknologi senjata pemusnah massal (weapon of mass destruction). Selain itu, rezim Sadddam Hussein juga dianggap terkait dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden. Selain dua alasan utama tersebut, masih banyak sederet alasan lain, baik yang terkait demokratisasi, penguasaan sumber energi (minyak), dan keamanan regional bagi Israel. Tujuan perang tersebut tidak semuanya diungkap ke publik untuk dijadikan alasan menginvasi Irak.

Jika tujuan utama Amerika Serikat adalah menumbangkan rezim Saddam Hussein, maka sebenarnya hal itu sudah tercapai semenjak Baghdad dikuasai pasukan koalisi setelah memenangi perang. Saddam Hussein sendiri berhasil ditangkap beberapa bulan setelahnya. Saat itulah, Amerika seharusnya, secara bertahap menarik pasukannya dan kemudian digantikan oleh pasukan internasional dari PBB untuk proses restrukturisasi dan rekonstruksi Irak pascaperang. Kalaupun Amerika Serikat tetap menempatkan pasukannya di Irak, hal itu sebaiknya hanya sebatas menjaga aset investasi mereka di Irak, seperti perusahaan minyak dan lain-lain.

Namun, yang terjadi adalah Amerika tidak segera pergi dari Irak walaupun semua tuduhan praperang tidak ada yang terbukti. Irak terbukti tidak mengembangkan teknologi senjata pemusnah massal (WAMD), bahkan hal ini diperkuat oleh laporan yang dibuat oleh Ketua Inspeksi senjata dari PBB untuk Irak, Hans Blix pada saat perang masih berlangsung. Laporan dari Hans Blix ini sendiri sudah diterbitkan menjadi sebuah buku. Tuduhan mengenai keterkaitan rezim Saddam Hussein dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden juga tidak terbukti. Bahkan, Osama bin Laden mengecam dan tidak mengakui aksi-aksi terorisme yang dilakukan Abu Musa al-Zarqawi yang mengaku sebagai sayap al-Qaeda di Irak.

Setelah empat tahun invasi, stabilitas di Irak semakin jauh dari kenyataan. Stabilitas hanya difokuskan di daerah sekitar kilang minyak di utara dan di selatan Irak. Proses demokratisasi yang terkait suksesi pemerintahan di Irak juga tidak berjalan dengan baik. Ketiga pihak yang paling dominan di Irak (Syiah, Sunni, Kurdi) saling berebut pengaruh dan kekuasaan. Konflik sektarian yang mengarah kepada perang saudara dan bisa mengantarkan Irak menjadi sebuah failed state terus terjadi. Oleh karena itu, secara faktual, melihat kondisi Irak saat ini, saya tetap mengharapkan Amerika Serikat menarik keluar pasukannya dari Irak dengan segera. Konflik sektarian yang berkembang saat ini justru bisa menjadi bumerang bagi Amerika Serikat sendiri, karena pihak-pihak yang tadinya mendukung Amerika bisa berbalik membenci Amerika. Indikasi adanya kebencian terhadap Amerika sudah mulai terlihat dengan perlawanan yang juga dilakukan golongan Syiah Irak yang memang memiliki hubungan dekat dengan Iran yang notabenenya juga membenci Amerika. Sudah saatnya PBB menggantikan Amerika Serikat untuk menjaga dan mengawal proses demokratisasi yang berlangsung di Irak.

* tujuan perang yang dimaksud adalah tujuan perang yang diungkapkan ke publik dan masyarakat internasional secara resmi oleh pemerintah Amerika Serikat sebelum invasi.

sumber gambar: di sini

APAKAH ISLAM AKAN BERJAYA DENGAN BANGKITNYA PERGERAKAN ISLAM ”KERAS” DI TIMUR TENGAH?











Fenomena bangkitnya pergerakan Islam ”keras” di Timur Tengah memang sedang terjadi. Yang dikategorikan dengan Islam ”keras” adalah golongan atau kelompok yang mengatasnamakan dirinya Islam serta menggunakan senjata dalam perjuangan kelompoknya. Beberapa pengamat lebih sering menyebut mereka dengan Islam radikal, bahkan ada pula yang menyebut mereka Islam fundamental.

Fenomena bangkitnya pergerakan Islam semacam ini sangat dipengaruhi situasi dunia secara global yang memposisikan umat Islam sebagai golongan yang tertinggal dari sisi peradaban. Hal ini diperparah lagi dengan berbagai global policy yang dikeluarkan negara-negara Barat untuk memojokkan posisi umat Islam di dunia. Dunia barat yang telah ber-renaissance sejak abad ke-15 terus meninggalkan umat Islam dalam jaman kegelapan. Umat Islam sendiri seperti terlena dalam ketertinggalannya dan terus menjadi golongan yang tertinggal dalam hal peradaban di dunia. Kesadaran akan ketidakadilan yang diciptakan oleh negara-negara Barat terhadap dunia Islam inilah yang kemudian melahirkan perjuangan-perjuangan bersenjata yang mengatasnamakan Islam di berbagai negara di Timur Tengah.

Saya setuju, apabila lahirnya pergerakan Islam semacam ini dijadikan indikator kebangkitan Islam di masa yang akan datang. Wilayah Timur Tengah yang merupakan pusaran konflik yang ada di dunia adalah wilayah yang tepat untuk memulai dan melakukan pergerakan tersebut. Karena, di wilayah inilah pergesekan dan konflik antara Islam dan Barat menemukan bentuknya. Setiap konflik yang ada di wilayah ini.selalu mendapat reaksi dan perhatian dari seluruh dunia. Hal yang sama juga berlaku bagi perjuangan pergerakan Islam di wilayah ini yang akan mendapatkan perhatian, bahkan dukungan dari umat Islam lain yang ada di dunia.

Walaupun masih banyak pergerakan-pergerakan Islam yang ada di Timur Tengah masih memperjuangkan kepentingan lokal, namun setiap perjuangan dan keberhasilannya selalu menjadi inspirasi bagi gerakan Islam yang lain di dunia. Pergerakan Islam seperti Ikhwanul Muslimin di Mesir misalnya, berhasil mentransformasikan bentuk-bentuk perjuangannya kepada banyak pergerakan Islam lain di dunia. Perjuangan lainnya seperti yang dilakukan Hizbullah, Hamas dan Taliban adalah perjuangan yang sifatnya lokal, namun banyak memperoleh dukungan secara luas dari umat Islam. Begitu juga sebaliknya musuh perjuangan mereka, juga mendapat dukungan yang luas dari negara-negara Barat. Sifat inspiratif dan transformatif inilah yang membuat pergerakan Islam di Timur Tengah bisa menjadi indikator bangkitnya Islam di masa yang akan datang. Waallahu`alam.



sumber gambar: di sini