Ada kalanya,
pada satu masa, menjadi muda dan kiri itu terlihat seksi. Di sisi lain, ada
masa ketika menjadi muda dan religius juga terlihat keren. Kini, tibalah kita
pada satu masa ketika menjadi kiri sekaligus religius tampak tidak absurd lagi.
Mencermati kemunculan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia) Kultural yang mengklaim diri mereka sebagai aktivis dakwah yang open minded dan terlepas dari politik
praktis membuat saya terheran-heran. Terus terang, saya tidak terlalu paham
split dalam organisasi bernama KAMMI ini yang lebih dikenal sebagai
perpanjangan ideologi Partai Keadilan Sejahtera dalam ranah gerakan mahasiswa.
Namun, ketika muncul tulisan yang mengulas sepak terjang KAMMI kultural ini
dalam jurnal online Indoprogress,
saya jadi sangat ingin mengenal lebih jauh apa dan siapa KAMMI Kultural ini.
Ulasan mengenai KAMMI Kultural yang terdapat dalam jurnal Indoprogress
berbentuk wawancara dengan tokoh sentral organisasi ini yang bernama Ahmad
Rizky Mardhotillah Umar. Mengapa redaksi Indoprogress sampai harus mewawancarai
pengurus KAMMI? Atau dalam hal ini, mengapa pengurus KAMMI Kultural? Itulah
yang menjadi pertanyaan pertama yang ada di benak saya. Karena, secara garis
besar, pemikiran redaksi Indoprogress memiliki perbedaan diametral dengan
ideologi Islam politik, terlebih yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera.
Ditambah pula, ketika corak afiliasi Indoprogress dalam politik nasional
cenderung berpihak ke kubu Joko Widodo, maka perang opini pun tidak terelakkan
di ranah maya. Bahkan, ada istilah “fasis religius” untuk mendefinisikan kubu
Islamis yang bertarung dalam ruang demokrasi, termasuk di dalamnya adalah PKS.
Pertanyaan saya terpecahkan ketika dalam artikel tersebut, Umar
mengatakan bahwa KAMMI Kultural bergerak dalam bidang lintas pemikiran. Salah
satu yang menjadi bacaan mereka adalah literatur kiri yang tentu saja bagi
mereka memiliki manfaat untuk pengembangan intelektual aktivis dakwah. Mudah
saja memastikan kalimat yang terdengar agak terburu-buru ini ketika saya
mengecek laman web jurnal resmi milik mereka dan kemudian menemukan foto Pram
yang terpasang seperti ornamen di halaman beranda. Benar, foto Pramoedya Ananta
Toer, dan bukan Sayyid Qutb, apalagi Anis Matta. Ditambah lagi, penggunaan
simbol bintang berwarna merah yang khas kiri digunakan sebagai tipografi untuk
menggantikan huruf “A” dalam kata “Kultural”.
Dalam wawancara dengan Umar, jurnalis Indoprogress tampak sangat
bergairah dengan keluh kesah narasumber yang terlihat gerah dengan KAMMI
struktural di tingkat pusat. Pertanyaan juga diarahkan untuk membuat semacam
simpulan bahwa PKS sebagai partai politik telah mempraktikkan oligarki yang
nyata dalam sistem kekuasaan. Pada beberapa bagian, beberapa kali Umar
diarahkan untuk menjelaskan betapa praktik politik PKS melalui dukungan KAMMI
adalah sesuatu yang kotor. Singkatnya, KAMMI kultural ini adalah bentuk kritik
terhadap gerakan tarbiyah yang terjebak dalam sistem (struktural) sehingga
tidak bisa berpikir kreatif dan independen.
Redaksi indoprogress seperti sedang merayakan split salah satu
organisasi mahasiswa yang sebenarnya ideologinya mereka selalu serang selama
ini. Agar situasi lebih memanas, mereka pun memilih untuk mewawancarai
(alih-alih terlihat mendukung) salah satu kubu yang kebetulan satu visi dengan
mereka. Apa karena sekelompok orang telah memasang foto Pram seketika bisa
dikatakan telah menjadi “kiri”? Lantas, apakah seketika itu pula pantas untuk
dijadikan teman sejawat. Entah mengapa, performa yang ditampilkan Indoprogress
ini persis seperti apa yang dilakukan Metro TV dalam meliput kisruh Partai
Golkar. Dalam liputan-liputannya, terlihat jelas Metro TV seperti sedang
merayakan perpecahan di kubu Golkar sembari “mendukung” ke salah satu kubu agar
situasi lebih memanas. Kubu yang didukung tentu saja kubu yang memakai
narasi-narasi mendukung pemerintah dan menolak untuk menjadi oposisi. Entah
kebetulan atau tidak pula, Metro TV dan Indoprogress memang berada di gerbong
yang sama dalam mendukung Presiden Joko Widodo.
Perpecahan dalam tubuh PKS sebenarnya memang benar terjadi. Yang
paling jamak diketahui publik adalah munculnya organisasi bernama Front Kader
Peduli yang memulai aktivitasnya dengan cara yang sama seperti KAMMI Kultural
ini; melakukan kritik, kemudian mengambil jarak dengan organisasi induk.
Bedanya, FKP didirikan dengan ekspektasi mengambalikan aktivitas dakwah pada “rel”
yang sebenarnya. Dalam versi FKP, PKS secara umum telah banyak melenceng dari
kaidah-kaidah dasar gerakan dakwah Islam. Puncak gesekan yang melahirkan FKP
terjadi pasca Munas PKS tahun 2008 yang menetapkan PKS sebagai partai terbuka.
Keputusan Munas tersebut melahirkan banyak perubahan dalam tataran praktis
perpolitikan yang dijalankan PKS. Meski terdengar serius, sampai hari ini,
tidak jelas sampai di mana pencapaian misi dari FKP ini dan pengaruhnya
terhadap PKS.
Perpecahan lain yang juga sempat mencuat ke permukaan adalah
dikotomi faksi keadilan dengan faksi kesejahteraan dalam tubuh internal
pengurus PKS. Istilah ini seolah dinisbatkan pada mereka yang dianggap
pendukung kesederhanaan (faksi keadilan) dan pendukung kemewahan
(kesejahteraan). Istilah ini semakin sering muncul dalam ruang publik ketika
Luthfi Hasan Ishaq tersandung kasus korupsi yang menyebabkan jabatannya sebagai
presiden partai harus digantikan oleh Anis Matta. Tidak jelas pula di ranah
publik siapa tokoh PKS yang mewakili faksi keadilan dan siapa yang mewakili
faksi kesejahteraan. Terkait dikotomi ini, isunya meredup seiring agenda
politik nasional yang mengharuskan PKS mengintegrasikan sumber daya mereka pada
target pemenangan Pemilu.
Kembali ke persoalan awal terkait KAMMI Kultural, integrasi antara
marxisme dan Islam adalah hal yang sangat aneh kalau tidak mau dikatakan mustahil.
Perbedaan diametral antara Islam dengan marxisme bahkan sudah dimulai pada
tataran dasar mengenai filsafat humanisme. Marxisme, seperti halnya filsafat
barat pada umumnya, menempatkan manusia dan Tuhan dalam hubungan yang tidak
harmonis. Akar penalarannya adalah filsafat ketuhanan di zaman Yunani ketika
manusia senantiasa bersaing dengan dewa-dewa langit untuk mendapatkan
eksistensi. Semangat eksistensi manusia adalah menggugat kekuasaan langit
(dewa-dewi) sehingga wajar apabila banyak dari mereka yang menjadi ateis di
kemudian hari. Hal ini sudah banyak dibahas oleh Ali Syariati yang melancarkan
kritik langsung terhadap kekacauan berpikir kaum marxis dari perspektif Islam.
Pun seandainya integrasi diwujudkan hanya pada tataran praksis
seperti pembelaan terhadap kelompok marjinal, buruh, dan rakyat miskin
misalnya, hal itu justru membuat kelompok Islam seperti kekurangan narasi dan
literatur saja. Padahal, isu mengenai keadilan sosial sudah sangat banyak
jumlahnya dalam literatur Islam dan hanya tinggal dipakai saja atau disesuaikan
dengan kondisi kekinian. Masalahnya, ada semacam daya tarik tersendiri apabila
seorang aktivis dakwah menggunakan termin-termin marxis dalam membahasakan
isu-isu keadilan sosial dan semacamnya. Alih-alih tampak seperti “ikhwan”
seksi, yang ada justru tampak seperti “ikhwan” absurd.
Satu hal lagi yang menarik bagi saya adalah kolom yang diberi nama
post-tarbiyah. Tarbiyah adalah nama untuk sistem pendidikan dan pengaderan
aktivis-aktivis dakwah yang berafiliasi dengan ajaran Hasan al-Bana. Singkatnya,
tarbiyah inilah sistem pengaderan yang menjadi penyuplai utama sumber daya
manusia dalam tubuh PKS. Tentu saja istilah post-tarbiyah ini merujuk langsung
pada sistem pengaderan yang ada dalam tubuh PKS. Istilah ini bahkan dikuatkan
lagi oleh perkataan Umar bahwa tarbiyah yang dikembangkan PKS sudah mentok.
Dengan kata lain, post-tarbiyah adalah bentuk pengembangan dari sistem tarbiyah
yang selama ini diaplikasikan dalam lingkup jamaah atau lebih khususnya di
KAMMI. Post-tarbiyah juga berarti periodisasi baru atas masa-masa tarbiyah yang
dianggap sudah selesai atau mentok tersebut.
Umar terlalu terburu-buru dalam membahasakan tarbiyah gaya baru
ini dengan nama pos-tarbiyah. Sebagai alibinya, terdapat kolom khusus yang
memuat artikel mengenai pos-Islamisme yang sepertinya dianggap serasi dengan
spirit pos-tarbiyah tadi. Aneh, karena istilah pos-Islamisme adalah istilah
yang juga belum baku kedudukannya di tengah-tengah para ulama pergerakan Islam.
Istilah tersebut murni dilahirkan Barat melalui tulisan para Islamolog seperti
Olivier Roy dan Greg Fealy. Adapun, intelektual Iran yang bernama Asef Bayat
juga mendapatkan pendidikan formalnya di Barat sebelum akhirnya ikut menelurkan
termin pos-Islamisme. Yang juga aneh, dalam buku “Zealous Democrat”, Greg Fealy
dan Anthony Buballo justru menempatkan PKS sebagai representasi pos-Islamisme
di Indonesia yang bersanding sejajar dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir serta
AKP di Turki. Dengan kemunculan pos-tarbiyah ini, yang mengklaim diri mereka
terpisah secara struktural dengan PKS, entah istilah apa lagi yang akan
digunakan oleh para Islamolog tadi, apakah neo
post-Islamism, atau post-Islamism II,
atau malah pos-Islamisme perjuangan?
Sebagai penutup tulisan ini saya akan sandingkan dua kalimat masyhur
dari dua tokoh terkenal meski beda zaman. Dua tokoh tersebut adalah Pramoedya
Ananta Toer dan Imam Syafi`i. Kedua kalimat dari dua tokoh tersebut berbicara
mengenai pentingnya kegiatan yang disebut “menulis”.
Pram pernah mengatakan: “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi
selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan di dalam
sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Sementara, Imam Syafi`i pernah mengatakan: “Ilmu itu ibarat
binatang buruan, sedangkan tulisan adalah tali kekangnya. Maka, sungguh bodoh
orang yang berhasil menangkap binatang buruan, tapi membiarkannya lepas tak
terikat.”
Sayangnya, kalimat dari Pram ternyata lebih disukai dan akhirnya
dipilih sebagai ornamen dekoratif pada beranda jurnal KAMMI Kultural. Hal ini
juga yang membuktikan anggapan saya bahwa aktivis Islam yang berbicara dengan
bahasa kaum “kiri” itu seperti orang yang justru kekurangan literatur,
alih-alih (mungkin) ingin terlihat seksi seperti manusia zaman batu.
1 comments:
bagus sekali postingannya
sangat menginspirasi
http://obatherbaluntukpenyakitlupus33.wordpress.com/
http://obatherbaluntukpenyakitcampak33.blogspot.com/
http://obatherbaltumorotak011.wordpress.com/
http://obatherbaltetanustradisional33.wordpress.com/
http://obatherbalparu-parubasahmujarab33.blogspot.com/
http://obatherbalkakigajahbengkak33.blogspot.com/
http://obatherbaluntukfaringitis33.blogspot.com/
http://obatherbalasamlambungkronispalingampuh33.wordpress.com/
Post a Comment