Wednesday, 31 December 2014

YANG KIRI YANG RELIGIUS (Baca: YANG TIDAK JELAS)


Ada kalanya, pada satu masa, menjadi muda dan kiri itu terlihat seksi. Di sisi lain, ada masa ketika menjadi muda dan religius juga terlihat keren. Kini, tibalah kita pada satu masa ketika menjadi kiri sekaligus religius tampak tidak absurd lagi.

Mencermati kemunculan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Kultural yang mengklaim diri mereka sebagai aktivis dakwah yang open minded dan terlepas dari politik praktis membuat saya terheran-heran. Terus terang, saya tidak terlalu paham split dalam organisasi bernama KAMMI ini yang lebih dikenal sebagai perpanjangan ideologi Partai Keadilan Sejahtera dalam ranah gerakan mahasiswa. Namun, ketika muncul tulisan yang mengulas sepak terjang KAMMI kultural ini dalam jurnal online Indoprogress, saya jadi sangat ingin mengenal lebih jauh apa dan siapa KAMMI Kultural ini.

Ulasan mengenai KAMMI Kultural yang terdapat dalam jurnal Indoprogress berbentuk wawancara dengan tokoh sentral organisasi ini yang bernama Ahmad Rizky Mardhotillah Umar. Mengapa redaksi Indoprogress sampai harus mewawancarai pengurus KAMMI? Atau dalam hal ini, mengapa pengurus KAMMI Kultural? Itulah yang menjadi pertanyaan pertama yang ada di benak saya. Karena, secara garis besar, pemikiran redaksi Indoprogress memiliki perbedaan diametral dengan ideologi Islam politik, terlebih yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera. Ditambah pula, ketika corak afiliasi Indoprogress dalam politik nasional cenderung berpihak ke kubu Joko Widodo, maka perang opini pun tidak terelakkan di ranah maya. Bahkan, ada istilah “fasis religius” untuk mendefinisikan kubu Islamis yang bertarung dalam ruang demokrasi, termasuk di dalamnya adalah PKS.

Pertanyaan saya terpecahkan ketika dalam artikel tersebut, Umar mengatakan bahwa KAMMI Kultural bergerak dalam bidang lintas pemikiran. Salah satu yang menjadi bacaan mereka adalah literatur kiri yang tentu saja bagi mereka memiliki manfaat untuk pengembangan intelektual aktivis dakwah. Mudah saja memastikan kalimat yang terdengar agak terburu-buru ini ketika saya mengecek laman web jurnal resmi milik mereka dan kemudian menemukan foto Pram yang terpasang seperti ornamen di halaman beranda. Benar, foto Pramoedya Ananta Toer, dan bukan Sayyid Qutb, apalagi Anis Matta. Ditambah lagi, penggunaan simbol bintang berwarna merah yang khas kiri digunakan sebagai tipografi untuk menggantikan huruf “A” dalam kata “Kultural”.

Dalam wawancara dengan Umar, jurnalis Indoprogress tampak sangat bergairah dengan keluh kesah narasumber yang terlihat gerah dengan KAMMI struktural di tingkat pusat. Pertanyaan juga diarahkan untuk membuat semacam simpulan bahwa PKS sebagai partai politik telah mempraktikkan oligarki yang nyata dalam sistem kekuasaan. Pada beberapa bagian, beberapa kali Umar diarahkan untuk menjelaskan betapa praktik politik PKS melalui dukungan KAMMI adalah sesuatu yang kotor. Singkatnya, KAMMI kultural ini adalah bentuk kritik terhadap gerakan tarbiyah yang terjebak dalam sistem (struktural) sehingga tidak bisa berpikir kreatif dan independen.

Redaksi indoprogress seperti sedang merayakan split salah satu organisasi mahasiswa yang sebenarnya ideologinya mereka selalu serang selama ini. Agar situasi lebih memanas, mereka pun memilih untuk mewawancarai (alih-alih terlihat mendukung) salah satu kubu yang kebetulan satu visi dengan mereka. Apa karena sekelompok orang telah memasang foto Pram seketika bisa dikatakan telah menjadi “kiri”? Lantas, apakah seketika itu pula pantas untuk dijadikan teman sejawat. Entah mengapa, performa yang ditampilkan Indoprogress ini persis seperti apa yang dilakukan Metro TV dalam meliput kisruh Partai Golkar. Dalam liputan-liputannya, terlihat jelas Metro TV seperti sedang merayakan perpecahan di kubu Golkar sembari “mendukung” ke salah satu kubu agar situasi lebih memanas. Kubu yang didukung tentu saja kubu yang memakai narasi-narasi mendukung pemerintah dan menolak untuk menjadi oposisi. Entah kebetulan atau tidak pula, Metro TV dan Indoprogress memang berada di gerbong yang sama dalam mendukung Presiden Joko Widodo.

Perpecahan dalam tubuh PKS sebenarnya memang benar terjadi. Yang paling jamak diketahui publik adalah munculnya organisasi bernama Front Kader Peduli yang memulai aktivitasnya dengan cara yang sama seperti KAMMI Kultural ini; melakukan kritik, kemudian mengambil jarak dengan organisasi induk. Bedanya, FKP didirikan dengan ekspektasi mengambalikan aktivitas dakwah pada “rel” yang sebenarnya. Dalam versi FKP, PKS secara umum telah banyak melenceng dari kaidah-kaidah dasar gerakan dakwah Islam. Puncak gesekan yang melahirkan FKP terjadi pasca Munas PKS tahun 2008 yang menetapkan PKS sebagai partai terbuka. Keputusan Munas tersebut melahirkan banyak perubahan dalam tataran praktis perpolitikan yang dijalankan PKS. Meski terdengar serius, sampai hari ini, tidak jelas sampai di mana pencapaian misi dari FKP ini dan pengaruhnya terhadap PKS.

Perpecahan lain yang juga sempat mencuat ke permukaan adalah dikotomi faksi keadilan dengan faksi kesejahteraan dalam tubuh internal pengurus PKS. Istilah ini seolah dinisbatkan pada mereka yang dianggap pendukung kesederhanaan (faksi keadilan) dan pendukung kemewahan (kesejahteraan). Istilah ini semakin sering muncul dalam ruang publik ketika Luthfi Hasan Ishaq tersandung kasus korupsi yang menyebabkan jabatannya sebagai presiden partai harus digantikan oleh Anis Matta. Tidak jelas pula di ranah publik siapa tokoh PKS yang mewakili faksi keadilan dan siapa yang mewakili faksi kesejahteraan. Terkait dikotomi ini, isunya meredup seiring agenda politik nasional yang mengharuskan PKS mengintegrasikan sumber daya mereka pada target pemenangan Pemilu.

Kembali ke persoalan awal terkait KAMMI Kultural, integrasi antara marxisme dan Islam adalah hal yang sangat aneh kalau tidak mau dikatakan mustahil. Perbedaan diametral antara Islam dengan marxisme bahkan sudah dimulai pada tataran dasar mengenai filsafat humanisme. Marxisme, seperti halnya filsafat barat pada umumnya, menempatkan manusia dan Tuhan dalam hubungan yang tidak harmonis. Akar penalarannya adalah filsafat ketuhanan di zaman Yunani ketika manusia senantiasa bersaing dengan dewa-dewa langit untuk mendapatkan eksistensi. Semangat eksistensi manusia adalah menggugat kekuasaan langit (dewa-dewi) sehingga wajar apabila banyak dari mereka yang menjadi ateis di kemudian hari. Hal ini sudah banyak dibahas oleh Ali Syariati yang melancarkan kritik langsung terhadap kekacauan berpikir kaum marxis dari perspektif Islam.

Pun seandainya integrasi diwujudkan hanya pada tataran praksis seperti pembelaan terhadap kelompok marjinal, buruh, dan rakyat miskin misalnya, hal itu justru membuat kelompok Islam seperti kekurangan narasi dan literatur saja. Padahal, isu mengenai keadilan sosial sudah sangat banyak jumlahnya dalam literatur Islam dan hanya tinggal dipakai saja atau disesuaikan dengan kondisi kekinian. Masalahnya, ada semacam daya tarik tersendiri apabila seorang aktivis dakwah menggunakan termin-termin marxis dalam membahasakan isu-isu keadilan sosial dan semacamnya. Alih-alih tampak seperti “ikhwan” seksi, yang ada justru tampak seperti “ikhwan” absurd.

Satu hal lagi yang menarik bagi saya adalah kolom yang diberi nama post-tarbiyah. Tarbiyah adalah nama untuk sistem pendidikan dan pengaderan aktivis-aktivis dakwah yang berafiliasi dengan ajaran Hasan al-Bana. Singkatnya, tarbiyah inilah sistem pengaderan yang menjadi penyuplai utama sumber daya manusia dalam tubuh PKS. Tentu saja istilah post-tarbiyah ini merujuk langsung pada sistem pengaderan yang ada dalam tubuh PKS. Istilah ini bahkan dikuatkan lagi oleh perkataan Umar bahwa tarbiyah yang dikembangkan PKS sudah mentok. Dengan kata lain, post-tarbiyah adalah bentuk pengembangan dari sistem tarbiyah yang selama ini diaplikasikan dalam lingkup jamaah atau lebih khususnya di KAMMI. Post-tarbiyah juga berarti periodisasi baru atas masa-masa tarbiyah yang dianggap sudah selesai atau mentok tersebut.

Umar terlalu terburu-buru dalam membahasakan tarbiyah gaya baru ini dengan nama pos-tarbiyah. Sebagai alibinya, terdapat kolom khusus yang memuat artikel mengenai pos-Islamisme yang sepertinya dianggap serasi dengan spirit pos-tarbiyah tadi. Aneh, karena istilah pos-Islamisme adalah istilah yang juga belum baku kedudukannya di tengah-tengah para ulama pergerakan Islam. Istilah tersebut murni dilahirkan Barat melalui tulisan para Islamolog seperti Olivier Roy dan Greg Fealy. Adapun, intelektual Iran yang bernama Asef Bayat juga mendapatkan pendidikan formalnya di Barat sebelum akhirnya ikut menelurkan termin pos-Islamisme. Yang juga aneh, dalam buku “Zealous Democrat”, Greg Fealy dan Anthony Buballo justru menempatkan PKS sebagai representasi pos-Islamisme di Indonesia yang bersanding sejajar dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir serta AKP di Turki. Dengan kemunculan pos-tarbiyah ini, yang mengklaim diri mereka terpisah secara struktural dengan PKS, entah istilah apa lagi yang akan digunakan oleh para Islamolog tadi, apakah neo post-Islamism, atau post-Islamism II, atau malah pos-Islamisme perjuangan?

Sebagai penutup tulisan ini saya akan sandingkan dua kalimat masyhur dari dua tokoh terkenal meski beda zaman. Dua tokoh tersebut adalah Pramoedya Ananta Toer dan Imam Syafi`i. Kedua kalimat dari dua tokoh tersebut berbicara mengenai pentingnya kegiatan yang disebut “menulis”.

Pram pernah mengatakan: “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan di dalam sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Sementara, Imam Syafi`i pernah mengatakan: “Ilmu itu ibarat binatang buruan, sedangkan tulisan adalah tali kekangnya. Maka, sungguh bodoh orang yang berhasil menangkap binatang buruan, tapi membiarkannya lepas tak terikat.”

Sayangnya, kalimat dari Pram ternyata lebih disukai dan akhirnya dipilih sebagai ornamen dekoratif pada beranda jurnal KAMMI Kultural. Hal ini juga yang membuktikan anggapan saya bahwa aktivis Islam yang berbicara dengan bahasa kaum “kiri” itu seperti orang yang justru kekurangan literatur, alih-alih (mungkin) ingin terlihat seksi seperti manusia zaman batu.



1 comments:

Anonymous said...

bagus sekali postingannya
sangat menginspirasi
http://obatherbaluntukpenyakitlupus33.wordpress.com/
http://obatherbaluntukpenyakitcampak33.blogspot.com/
http://obatherbaltumorotak011.wordpress.com/
http://obatherbaltetanustradisional33.wordpress.com/
http://obatherbalparu-parubasahmujarab33.blogspot.com/
http://obatherbalkakigajahbengkak33.blogspot.com/
http://obatherbaluntukfaringitis33.blogspot.com/
http://obatherbalasamlambungkronispalingampuh33.wordpress.com/

Post a Comment