Selama berbulan-bulan, akhirnya tercapai
sebuah kesepakatan yang mengakhiri krisis politik di Yaman. Gelombang
demonstrasi besar-besaran yang menuntut Presiden Ali Abdullah saleh untuk
mundur akhirnya mereda. Kesepakatan yang terjadi merupakan resolusi yang
diusung oleh banyak mediator untuk menekan jatuhnya korban di kedua belah pihak
yang berseteru. Aksi represif dari militer berakhir setelah presiden Saleh
mendapatkan jaminan pemaafan atas dosa-dosa poltiknya di masa silam. Dengan
jaminan yang diberikan parlemen tersebut, presiden Ali tidak akan bernasib sama
seperti Hosni Mubarak di Mesir. Sebaliknya, pihak oposisi mendapatkan jaminan
turunnya Presiden Ali serta penyelenggaraan pemilu berikutnya yang lebih demokratis.
Situasi yang sebenarnya sudah sering diprediksi oleh berbagai kalangan. Solusi
Yaman disebut-sebut sebagai solusi terbaik bagi diktator lain di kawasan Timur
tengah yang sedang menanti penghakiman sosial seperti Bashar al-Assad di
Suriah. Bisa jadi, model penyelesaian konflik ala Yaman akan menjadi tren akhir
revolusi musim semi di negara Arab.
Di belahan bumi yang lain, pihak oposisi
Malaysia baru saja merayakan kemenangan Anwar Ibrahim di pengadilan tinggi
Malaysia. Anwar baru saja divonis bebas atas tuduhan sodomi terhadap anak
buahnya. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa kunci kemenangan Anwar di
persidangan adalah restu dari partai berkuasa yaitu UMNO untuk menyudahi drama
pengadilan Anwar. Pengamat politik dari Malaysia ada yang sempat berkomentar
bahwa kehidupan demokrasi di Malaysia sangat tertinggal di antara negara-negara
di kawasan Asia Tenggara. Pengamat tersebut melanjutkan bahwa di Myanmar saja,
pihak Junta Militer mau bernegosiasi dengan pihak oposisi pimpinan Aung San Su
Kyi. Sebaliknya di Malaysia, partai UMNO hampir tidak pernah memberikan
kesempatan pihak oposisi untuk menantang mereka secara fair. Pengadilan yang
digelar untuk Anwar Ibrahim sering dituduh sebagai konspirasi partai penguasa
untuk menjegal pergerakan lawan politik mereka. Hal inilah yang kemudian
memunculkan spekulasi mengenai serunya politik di Malaysia pasca bebasnya Anwar
Ibrahim. Di tambah lagi, Anwar sendiri berikrar di hadapan pendukungnya untuk
terus maju dalam kontes politik Malaysia.
Kasus Yaman dan Malaysia memberikan contoh
nyata dalam diskursus demokrasi moderen. Dialektika antara penguasa-oposisi,
mayoritas-minoritas merupakan hal mutlak yang harus ada dalam praksis
operasional. Apapun situasinya, apabila terjadi penaklukan dan dominasi salah
satu pihak, maka demokrasi akan lumpuh. Pihak penguasa yang sekalipun sudah
terkooptasi dengan berbagai penyelewengan dan pelanggaran hak, tidak selamanya
harus dibumi-hanguskan. Secara formal, pihak penguasa memiliki akses untuk
menggunakan kekerasan melalui militer dan aparatur intelejen. Hal inilah yang
biasanya memperpanjang konflik. Di sisi lain, pihak oposisi yang memilih jalan
konfrontasi militer sering dijadikan proxy oleh kepentingan asing untuk
mengambil keuntungan dari konflik yang terjadi. Kasus ini terlihat jelas dari
asistensi militer yang dilakukan NATO untuk pihak oposisi di Libya. Bukti kepentingan NATO atas kemenangan pihak
oposisi adalah merapatnya sederet perusahaan minyak swasta asing asal Eropa dan
Amerika Serikat di Libya pasca kejatuhan Khadafi. Alih-alih membebaskan Libya
dari otoritarianisme Khadafi, NATO justru menggiring Libya ke dalam situasi
rawan perang saudara. Sekadar catatan, negeri ini belum pernah melaksanakan
Pemilu yang demokratis selama masa kekuasaan Khadafi. Selama krisis dengan
Khadafi, pihak oposisi disatukan oleh kepentingan bersama untuk menumbangkan
rezim. Namun, pasca krisis, mereka tidak memiliki blueprint untuk
menyelenggarakan pemerintahan. Bukan tidak mungkin, Libya akan menuju negara
gagal seperti Irak dan Somalia. Sementara itu, sumber daya alam mereka dikelola
oleh perusahaan asing.
Krisis berkepanjangan dan eksalasi militer
sudah seharusnya dihindari dalam transisi politik di Timur Tengah yang saat
sedang marak. Sudah terlalu banyak korban yang jatuh di pihak sipil akibat
konflik yang terjadi. Intervensi pihak asing dalam penyelesaian harus
ditempatkan dalam kerangka mediasi dan dialog antara pihak yang berselisih. Pemihakan pada salah satu
kelompok hanya akan melahirkan transisi yang brutal dan sporadis.
Kepentingan-kepentingan ekonomi asing
dalam asistensi konflik menjadi sebuah keniscayaan apabila terjadi pemihakan.
Berdasarkan pengalaman Yaman, pendekatan dialogis antara pihak penguasa dan
oposisi nampaknya lebih memberikan peluang. Dialog adalah jalan keluar terbaik
bagi semua golongan untuk keluar dari sebuah krisis politik. Dialog juga mampu
meminimalisasi intervensi asing atas transisi kekuasaan sebuah negara.
Biar bagaimanapun, dalam sebuah proses
revolusi, jarang sekali pihak oposisi memiliki infrastruktur politik untuk menggantikan
penyelenggaraan pemerintahan sebuah rezim. Momentum revolusi yang terkadang
sulit untuk diulang membuat para aktivis yang kontra penguasa tidak ingin
berlama-lama untuk menyelesaikan tuntutan mereka. Hal ini membuat pihak oposisi
sering lupa untuk membuat rancangan sistem pemerintahan transisi pasca
menjatuhkan rezim penguasa. Berkaca pada kasus revolusi Iran tahun 1979,
sekalipun Khomeini berhasil memunculkan sistem politik yang sama sekali baru,
tetap saja masa transisi itu memerlukan waktu sekitar 10 tahun. Itu pun dilalui
dengan mengonsolidasikan seluruh pihak untuk berperang melawan Irak selama 8
tahun. Selama 10 tahun pertama republik Iran yang baru, konflik internal antar
elemen pendukung revolusi meruncing tajam.
Kasus
Yaman dan Malaysia bisa menjadi catatan penting bagi perjalanan demokrasi di
negara-negara berkembang. Kesenjangan politik antara pihak penguasa dan oposisi
harus dijembatani dengan pendekatan dialogis. Pendekatan represif dan
konfrontatif justru memancing datangnya intervensi asing yang tindakan dan
hasilnya sulit dipertanggungjawabkan. Situasi faktual yang terjadi di Irak hari
ini cukuplah menjadi pelajaran berharga mengenai pola transisi paling elegan
bagi negara-negara Timur Tengah. Era kediktatoran dan otoriteraniasme memang
harus diakhiri. Namun, proses mengakhiri tirani itulah yan g sebaiknya
dijadikan perhatian. Duduk bersama untuk dialog dengan seluruh pihak adalah
jalan terbaik untuk keluar dari krisis politik yang terjadi. Semua proses harus
mengarah pada perlindungan hak-hak sipil dan semangat rekonsiliasi.