Wednesday 21 October 2009

JANGAN SOMBONG; Yang Kita Tahu Lebih Sedikit Daripada Yang Kita Tidak Tahu

Catatan ini dibuat pada 3 hari terakhir di bulan Ramadhan yang lalu. Tidak sempat diposting karena padatnya acara persiapan mudik

Ramadhan kali ini betul-betul mengajarkan saya arti sebuah kebersihan hati. Dalam 10 hari terakhir di bulan Ramadhan kali ini, setidaknya 3 kali saya mendapat teguran langsung dari Allah SWT atas kotornya hati saya.

Peristiwa pertama terjadi pada malam ke 25 Ramadhan. Saat itu saya sedang beri`tikaf di Masjid al-Muhajirin di perumahan lingkungan saya. Kebetulan saya adalah salah seorang jamaah yang gemar mengikuti acara-acara yang diadakan di masjid tersebut. Salah satu acara dalam program i`tikaf mereka adalah kajian Islam yang diisi oleh berbagai ulama dari berbagai latar belakang dan aliran.

Pada malam hari yang berbahagia tersebut, yang bertugas sebagai narasumber kajian adalah ustadz Aman Abdurrahman Lc. Beliau adalah seorang aktivis Majelis Mujahidin Indonesia yang juga pernah ditangkap dengan tuduhan terkait aksi teror di Indonesia.

Sebagai seorang yang belum sepenuhnya sepakat dengan manhaj MMI, saya sudah berfikir buruk tentang Ustadz tersebut. Saya merasa malas untuk mendengarkan kajiannya. Apalagi sudah jelas, tema yang disampaikan adalah tauhid vs demokrasi. Maka tidak ada sedikitpun rasa ikhlas saya untuk mendengarkan kajiannya. Apalagi dengan pengalaman saya selama ini berdiskusi dengan rekan-rekan MMI, mereka selalu tidak pernah salah. Ah . . . pokoknya saya betul-betul malas malam itu.

Tiba-tiba, Allah menegur saya dengan caranya yang unik. Pak Indra yang merupakan PJ acara I`tikaf di masjid itu meminta tolong kepada saya untuk mengantarkan ustadz Aman ke rumahnya di daerah Cileunyi. Saya sempat bertanya, Cikunir atau Cileunyi pak? Cileunyi, katanya. Saya bingung, karena saya tahu persis bahwa Cuma saya jamaah yang masih tergolong muda dan kuat untuk mengantarkan Ustadz pergi jauh dini hari begitu.

Akhirnya, dengan segala macam perasaan yang bercampur aduk, saya mengantarkan Ustadz Aman ke Cileunyi tepat tengah malam. Sebagai catatan, malam itu adalah malam ganjil dimana saya sangat ingin menghabiskan waktu di masji untuk beri`tikaf. Namun, apadaya – saya harus beri`tikaf di dalam kijang innova untuk mengantarkan Ustadz Aman.

Pelajaran kedua datang pada malam ganjil berikutnya. Kajian Islam yang diadakan di masjid mengundang seorang tokoh dari HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) sebagai pembicara. Temanya pun sangat mudah ditebak, ya – "Urgensi Penerapan Syariah dan Pendirian Khilafah". Bukan Hizbut Tahrir namanya kalau tidak membicarakan perkara "khilafah".

Hizbut Tahrir adalah sebuah harokah yang pada awalnya merupakan ekses evaluasi dari Ikhwanul Muslimin (bukan antitesis). Sang pendirinya, Taqiyudin an-Nabhani adalah mantan aktivis IM yang keluar karena menganggap manhaj perjuangan IM terlalu pasif dan tidak efektif. Selanjutnya, dia mengembangkan ijtihadnya sendiri dengan membentuk Hizbut Tahrir yang mengfokuskan diri pada pembentukan Khilafah Islamiyah. Terus terang, saya tidak terlalu suka dengan harokah ini, karena begitu banyaknya anomali pada manhaj mereka terutama yang terkait dengan islahuddaulah.

Dengan latar belakang tersebut, seperti biasa, saya sudah merasa malas dengan kajian sebelum dimulai. Hati ini rasanya kotor betul dan tidak memiliki ketertarikan untuk mendengarkan kajian. Bahkan, saya berfikir untuk duduk di koridor masjid saja dan mengejar target tilawah ramadhan daripada mendengarkan kajian.

Tidak lama sebelum kajian dimulai, pak Indra mendatangi saya. Dia bilang "akh tolong nanti antum yang menjadi pembawa acara, karena pak Donny tidak datang malam ini". Saya sulit untuk menolak, karena saya tidak bisa mencari-cari alasan yang tepat untuk tidak berbohong. Tidak mungkin saya katakan kepada Pak Indra kalau saya tidak suka HT. Akhirnya, sambil mencoba untuk ikhlas, saya maju ke depan, bersalaman dan duduk disamping Ustadz HT. 5 menit pertama saya betul-betul mati gaya. Saya tidak henti-hentinya beristighfar dan setelah itu hati saya merasa lebih tenang. Menit-menit berikutnya belalu tanpa terasa. Ternyata banyak hal yang baik dari konsep khilafah HT. Sesi tanya jawab pun menjadi sangat menarik dan seru. Beberapa pendapat sang Ustadz memang masih perlu dikaji lebih dalam, tapi pada umumnya, apa yang mereka perjuangkan adalah sebuah kebaikan. Setidaknya, saya lebih bisa memahami mereka dibandingkan sebelunya, yaaa setidaknya malam itu lah.

Astaugfirullah al-adzhim, betapa sombongnya saya. Seolah-olah saya sudah lebih mengerti konsep khilafah daripada sang Ustadz. Mungkin ini adalah teguran yang kesekian kali dari Allah kepada saya yang malas untuk belajar. Malas untuk mengkaji, dan senang terhadap hal yang instan-instan.

Wallahu `alam bima yasna`un

0 comments:

Post a Comment