Wednesday 5 January 2011

Review Buku Ali Syariati: Humanisme Islam Vs Barat


Ali Syariati adalah seorang cendikiawan muda di Iran. Ia sangat tertarik pada isu-isu seputar Islam dan pemikiran. Ia juga sempat menjadi tokoh pemikir yang sentral pada era pra-revolusi Islam Iran. Bersama-sama dengan Khomeini (meskipun tidak secara langsung), ia mengibarkan genderang perlawanan terhadap rezim Syah Reza Pahlevi melalui berbagai kuliah umum serta tulisan yang ia buat. Di antara buku yang disusun berdasarkan materi-materi kuliah yang ia sampaikan di Iran berbicara mengenai marxisme dan berbagai pemikiran Barat. Buku ini adalah salah satunya.

Buku ini menarik bagi saya yang awam terhadap wacana pemikiran barat baik pada masa kuno, pertengahan ataupun modern. Buku ini mungkin sudah pernah dibaca oleh teman saya yang menulis skripsi tentang konsep wilayatul faqih di S1 dulu. Seingat saya, dia pernah meng-copy buku Ali Syariati, entah yang mana tapi cukup tebal. Saya tidak tahu apakah buku ini termasuk yang sudah pernah dibacanya. Intinya saya sangat tertarik untuk mengetahui siapa Ali Syariati dan bagaimana ia berpikir.

Pada bagian awal, Ali Syariati memberi beberapa catatan tentang perkembangan paham humanisme di barat. Ada 4 aliran yang mewakili pembahasan mengenai humanisme di Barat. Keempat paham itu adalah; marxisme, kapitalisme, agama, dan materialisme. Humanisme yang berkembang di barat jelas diawali oleh perkembangan pemikiran mitologi Yunani kuno dimana manusia pada saat itu menjadi sesuatu yang sangat sub-ordinat bagi dewa-dewa. Manusia selalu diposisikan sebagai sesuatu yang lemah yang tidak memiliki sifat-sifat ilahiah dan tidak mungkin mencapai derajat ketuhanan. Dewa-dewa membelenggu manusia sehingga manusia berpikir untuk melepaskan diri dari situasi tersebut. Aristoteles dkk memikirkan hal tersebut lalu kemudian pemikiran itulah yang mengawali paham humanisme di Barat pada era selanjutnya.

Yang menjadi ciri khas humanisme barat adalah pemisahan aspek transenden dari manusia, atau setidaknya reduksi terhadap nilai tersebut. Memang, pada jaman pertengahan, gereja sangat membelenggu manusia untuk berpikir mencari ilmu, apalagi berfilsafat. Namun, hal ini tidak seharusnya menjadikan mereka melepaskan diri begitu saja dari aspek yang sesungguhnya sangat substantif, yaitu ketuhanan.

Marxisme menurut Ali Syariati, mengkritik (menyerang) kapitalisme dengan mengatakan bahwa penguasaan atas modal oleh golongan dan individu akan melahirkan kelas sosial. Kelas sosial ini akan diisi oleh golongan yang disebut borjuis kapitalis dan akan memperbudak golongan yang ada di bawahnya (yang tidak memilii modal). Bagi Syariati, marxisme sama sekali bukan solusi atas kapitalisme. Bahkan, maerxisme bisa melebihi karakter borjuis dari kapitalisme. Yang dimaksud disini adalah; dengan marxisme, semangat untuk melahirkan golongan borjuis kapitalis justru mengkristal pada sebuah negara atau penguasa. Sistem yang dijalankan akan menciptakan kondisi yang sangat berorientasi pada kesejahteraan ala borjuis kapitalis. Jadi, marxisme sebenarnya hanyalah perpanjangan tangan dari borjuis kapitalis untuk diratakan bagi semua warga negara. Semacam pemerataan kelas borjuis itu sendiri. Dilihat dari semangatnya tersebut, maka marxisme jauh lebih buruk dari kapitalisme.

Ungkapan-ungkapan tokoh yang mengusung praktik marxisme di dunia seperti Lenin dan Stalin menyebutkan agama sebagai candu. Mereka beranggapan bahwa agama (nilai moral) membuat masyarakat tidak kreatif dan pasrah terhadap keadaan. Filsafat humanisme yang melatarbelakangi pemikiran ini jelas menunjukkan bahwa mereka tidak menganggap agama sanggup membebaskan manusia dari situasi yang sulit serta kemiskinan. Dalam filsafat humanisme ala Barat, manusia terkekang oleh Dewa-dewa yang superior dan selalu mempertahankan superioritasnya sepanjang waktu. Manusia yang tadinya memiliki kebebasan dan kekuasaan menjadi makhluk yang tunduk dan patuh terhadap kekuatan Dewa dan Tuhan. Singkatnya, agama menghinakan manusia sebagai makhluk yang seharusnya bebas dan kreatif.

Menurut Ali Syariati, dalam Islam manusia memiliki kedudukan yang sangat istimewa. Filsafat humanisme dalam Islam adalah Tauhid. Manusia diciptakan dari sesuatu yang hina, yaitu debu (tanah). Namun, kemudian Tuhan menawarkan kepada seluruh alam (termasuk gunung dan laut) untuk menjadi pemimpin di Bumi (Khalifatu fil ardhi). Tidak ada yang bersedia menanggung amanah tersebut, akan tetapi manusia menerimanya. Karena itulah malaikat diperintahkan sujud kepada manusia sedangkan iblis menolak. Disini kita bisa melihat betapa dalam Islam, sejak pertama kali manusia diciptakan, manusia sudah diberikan kekuasaan yang dahsyat (khalifah di Bumi). Bahkan setelah itu, Adam melanggar larangan Tuhannya untuk tidak memakan buah khuldi di Surga, kemudian ia menerima konsekuensinya. Kasus adam adalah sebuah simbol kebebasan bagi manusia untuk berbuat dan berkehendak semaunya setelah diciptakan dengan segala konsekuensi dan tanggung jawab atas perbuatannya. Islam memberikan filsafat humanisme yang paling jelas dalam koridor Tauhid yang tidak bisa dibantah oleh ideologi manapun.

Berbeda dalam Kristen ketika muncul lembaga gereja dimana paus menjadi wakil Tuhan di dunia. Kristen tak ubahnya seperti agama-agama yunani kuno yang membelenggu umatnya diatas superioritas gereja.

1 comments:

penikmatoksigen said...

jos mas

Post a Comment