Wednesday 9 February 2011

HURU-HARA DELTA SUNGAI NIL



ارحال!
Kata itulah yang terlihat di setiap sudut kota tempat dilaksanakannya demonstrasi.
Irhal artinya turun!.

Alkisah sebuah negeri yang pernah dihuni oleh para nabi dan raja yang masyur. Negeri yang dilalui oleh sungi Nil dan telah menjadi pusat peradaban dunia selama berabad-abad. Saat ini, negeri itu berada dalam situasi perubahan radikal yang menuntut adaya pergantian rezim pemerintahan. Negeri yang dipimpin oleh Firaun zaman modern. Firaun yang menggenggam erat kekuasaannya atas negeri itu dengan tangan besi. Seorang Firaun yang bernama Hosni Mubarak.

Mungkin paragraph pembuka di atas terlalu berlebihan jika melihat perbedaan antara Firaun dan Hosni Mubarak. Firaun adalah sebutan bagi raja-raja Mesir kuno yang melawan perintah Tuhan pada masa nabi. Kata Firaun sudah identik dengan sebuah kemusyrikan besar yang berdimensi akidah. Sebaliknya, Hosni Mubarak adalah sebuah nama yang sangat indah sekaligus mulia. Hosni berasal dari kata "hasan" yang berarti baik. Sedangkan Mubarak berasal dari kata "baraka" yang artinya berkah. Hosni mubarak bisa diartikan sebagai kebaikan yang diberkahi. Namun, keindahan nama Hosni Mubarak tidak memberikan rakyat Mesir kesejahteraan yang pantas mereka dapatkan. Terjadi kesenjangan sosial yang sangat tinggi di Mesir. Kemiskinan dan rasa ketidakadilan yang meluas akhirnya menggerakkan rakyat Mesir untuk turun ke jalan menuntut perubahan. Mungkin nama yang lebih tepat adalah; Laa Hosni Walaa Mubarak (tidak baik dan tidak berkah).

Hal yang diminta oleh para demonstran sejak pertama kali turun ke jalan adalah mundurnya Hosni Mubarak dari kursi kepresidenan. Revolusi yang terjadi di Tunisia yang berhasil menjatuhkan pemerintahan Ben Ali menginspirasi rakyat Mesir untuk melakukan hal serupa kepada pemimpin mereka. Namun, Hosni Mubarak sama sekali berbeda dengan Ben Ali. Ia adalah seorang mantan petinggi militer dan masih menjadi pemimpin tertinggi dalam struktur militer di Mesir. Ibarat sebuah pohon, Mubarak adalah pohon beringin yang akarnya menancap sangat kuat di tanah, bahkan menjuntai-juntai dari tiap dahan.

Hosni Mubarak telah menjadi penguasa Mesir sejak tahun 1981. Saat itu ia adalah seorang Wakil Presiden. Ia naik menjadi presiden menggantikan Anwar Sadat yang tewas terbunuh di tengah sebuah parade militer. Sebagai catatan, Anwar Sadat dibunuh oleh seseorang yang mewakili kekecewaan banyak pihak atas sikapnya yang membela kepentingan Israel. Pada tahun 1979, Sadat menandatangani perjanjian damai dengan Israel di Camp David yang menandai babak baru hubungan di antara kedua negara tersebut. Sebelumnya, Mesir adalah pemimpin negara-negara Arab yang memerangi Israel di Timur Tengah. Tidak ada satu perang Arab-Israel pun yang tidak melibatkan Mesir di dalamnya. Kepentingan internal Mesir sendiri dalam memerangi Israel adalah merebut kembali semenanjung Sinai yang dikuasai Israel sejak tahun 1967.

Sejak perjanjian damai tersebut, konstelasi politik di kawasan Timur Tengah berubah sama sekali. Mesir menjadi negara yang sangat akomodatif terhadap kepentingan Israel. Menjaga kepentingan Israel di Timur Tengah sama artinya dengan membuka hubungan baik dengan Amerika Serikat dan negara-negara Barat. Selama itulah Hosni Mubarak mendapat keuntungan yang tidak sedikit dari sikap negaranya. Dengan perjanjian damai tersebut, setidaknya Mesir tidak akan menyerang Israel.

Negara Barat sungguh memelihara Hosni Mubarak seperti saat mereka memelihara Presiden Soeharto. Segala hal yang berkaitan dengan peningkatan kekuatan militer mendapatkan perhatian yang luar biasa dari Amerika Serikat. Mesir, sekalipun tidak pernah lagi berperang di kawasan Timur Tengah merupakan negara dengan kekuatan militer terbesar setelah Irak pada era 1990an. Sekarang, Mesir berdiri sejajar dengan Israel dalam teknologi persenjataan militer. Keduanya sama-sama memiliki pesawat mata-mata tercanggih yang dalam dunia dirgantara sering disebut UAV (Unmanned Aerial Vehicle). Semua teknologi itu didapatkan Mesir dari hubungan baik mereka dengan AS. Sampai saat ini, alusista Mesir masih didominasi oleh produk AS dan negara Barat lainnya.

Perubahan akan segera terjadi di kawasan delta sungai Nil ini. Perubahan yang jauh lebih berdampak pada konstelasi politik di kawasan Timur Tengah. Mesir adalah salah satu negara paling berpengaruh di Timur Tengah selain Arab Saudi dan Iran. Perubahan yang bersifat radikal akan memancing rakyat di negara-negara tetangga untuk melakukan hal yang sama mengingat ketidakadilan sudah menjadi bagian hidup mereka selama ini.

Bangsa kita tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang bersejarah ini. Mesir adalah model pembelajaran yang baik bagi kita dalam berdemokrasi. Demokrasi yang selalu bergerak mencari bentuk sempurnanya. Demokrasi yang selalu berada dalam situasi transisi tak berkesudahan. Mesir akan mengajarkan kepada para pemimpin kita bagaimana memaknai kata "cukup". Cukup berarti mawas diri untuk membatasi periode kekuasaan. Tidak hanya bagi dirinya sendiri, akan tetapi seluruh dinastinya.

Banyak dari saudara kita yang menyaksikan revolusi Mesir ini secara langsung. Setidaknya kita tidak akan kekurangan saksi mata di lapangan, mengingat ada sekitar 6000 orang Indonesia di negara itu. Sebagian besar dari mereka sudah dipulangkan ke Indonesia, tapi masih banyak yang bertahan di sana menyaksikan perubahan yang terjadi dengan mata kepala mereka sendiri. Berdasarkan pemberitaan media, kebanyakan dari warga Indonesia yang bertahan di sana adalah mahasiswa yang tidak ingin kehilangan masa studinya. Mereka bisa saja menjadi pelopor perubahan di negara kita selepas kepulangan mereka dari sana. Toh, selama ini mahasiswa memang selalu yang menjadi front terdepan yang menuntut perubahan. Hal itu sangatlah mungkin asalkan mahasiswa yang kembali ke tanah air tidak bertipikal "Fahri" yang sibuk mencari-cari Aisyah. Fahri adalah tokoh utama dalam novel Ayat-Ayat Cinta karangan Habiburrahman el-Shirazy. Yah, semoga saja ...

0 comments:

Post a Comment